tanya masalah SMU nih… tulung !

Tahun depan insya Allah Farhan masuk SMU, terus terang aku masih buta banget urusan daftar mendaftar untuk masuk SMU ini, juga sistem yang berlaku sekarang, itu tuuh, yang soal SBI tuuuh. Sampai saat ini Farhan masih pengin masuk SMU negeri, sedangkan mbok-nya ini sebenernya lebih senang kalau dia mau melanjutkan di sekolah yang sama dengan sekolahnya saat ini, jadi masuknya ke SMUIT Thariq bin Ziyad gitu.. Tapi yo wis lah, anaknya maunya begitu..

Balik lagi soal SMU saat ini, jelas beda lah ma jaman aku SMA dulu…. *kedip-kedip dulu bernostalgia*. Jaman dulu perasaan yang namanya sekolah negeri tu pasti murah, karena ada subsidi, tapi denger dari temen, anaknya yang masuk di program SBI, untuk spp-nya aja sebulan tiga ratus rebu, itu aja udah dua tahun yang lalu…. gimana sekarang ? lima ratus rebu kali ya ? haduuuuh…. Denger-denger juga, sekarang di sekolah yang ditaksir ma Farhan sudah tidak ada lagi program regulernya, jadi wis SBI kabeh.….

Program SBI sendiri aku belum jelas, belum ngeh apa dan bagaimananya, ada yang bisa njelasin ? pleaseeeeeee…….. Lalu apa bedanya dengan yang reguler ? Kalaupun ada dua program di satu SMU, jadi ada SBI ma reguler, apa ada jaminan bahwa sang reguler yang notabene lebih murah tidak akan di anak-tirikan ? Bukan nuduuuuuuuuh…. cuma tanyaaaaaa….. *bener lagi bingung nih*

limabelas tahun

Setahun lalu :

Alhamdulilah hari ini genap 14 tahun pernikahan kami. Ho-oh, kami, Pingkan dan Adi Rizkiarto. Akad nikah 17 Desember 1994 di Solo. Trus besoknya mengadakan sedikit ke-ria-an mengundang makan-makan kerabat, sahabat dan handai taulan. Nggak da syuting video, nggak da organ tunggal apalagi nanggap wayang… tapi Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar tanpa halangan suatu apapun…

Yah, namanya juga nodong nikah, gak da rame-rame gak pa pa, yang penting dapet ijin nikah, sah menurut agama dan negara, sip… hehehe… Berapa lama pacaran ? berapa lama ya ?
– pertengahan September penjajagan ( pedekate kali ye kalo anak sekarang bilang ),
– akhir Oktober si-Mas ngomong ke aku,
– 12 November lamaran,
– 17 Desember nikah,
semua sederet dalam tahun yang sama, 1994.
Cepet ? relatif kali yeee…. kalau menurut mentor-ku dulu mungkin kurang cepet, tapi kalau menurut temen-temen mainku ? holaaa…. “kapan pacarannya ?” ato bahkan “serius ? ada yang berani kawin ama elo ?” arrgghh…. ddzzzzzigh !!

Sebenernya sih, kalau dibilang nggak pacaran ya enggak juga, wong sebelum nikah pernah janjian jalan bareng juga
Kemana ?
Stadion Utama Gelora Senayan.
Ngapain ?
Nonton bola dong, masak nonton layar tancep.
Kok nonton bola ?
Aman kan ? banyak temennya, sak stadion je !
Any hidden agenda ?
lha ya biar kliatan aslinya diriku ini lah… babak pertama masih duduk manis tepuk tangan, babak selanjutnya berdiri dibangku stadion dan bengak-bengok alias teriak “hajar bleh !” ( tapi kok ya PSSI primavera tetep kalah tooooo…) xexexex…. wis pokok’e jangan sampai shock di belakang hari si kangmas ini ( waktu itu sih masih ber-elo-gue deeeeh )

Ya begitulah adanya sodara-sodara, dengan bekal ta’aruf at Gelora Senayan, doa dan niat baik, kami mengawali pernikahan kami. Tahun-tahun awal adalah tahun-tahun untuk saling tahu siapa elu siapa gue…. dan sampai sekarang pun kami masih terus belajar, mengolah aku dan kamu, menjadi kita. Dan Alhamdulillah, sampai saat ini, kami masih bersama dalam berkah dan lindungan Allah, lengkap dengan 4 anak yang menjadi cahaya mata dan hati kami sebagai orang tua…. Subhanallah….

————-

dan hari ini, saatnya untuk menulis :

Limabelas tahuuuuun…. subhanallah……

Bener nih aku sudah lima belas tahun menikah ? Lima belas tahun menyandang status istri, alias bu Adi Rizkiarto. Bagaimana rasanya ? bagaimana yaaaaa ? hahahaha…. Sedikit takjub sih, elhaaaa…. sudah lima belas tahun yak ? Kok nggak berasa sih *digeplak aja deh*…. dan lebih dari setengah dari waktu lima belas tahu itu kami lewati dalam kondisi, long distance love. Beberapa tahun penempatan bareng di Jakarta, sisa sebagian besarnya Mas Adi kerja di Bandung, lalu Jambi, lalu Tarakan di Kalimantan sono…

Kok betah sih ? pertanyaan yang pada awal-awalnya sempat terasa ‘mengganggu’ di kuping. Tapi yo wis beeeen…. kalau cuma pertanyaan itu sih paling hanya dijawab dengan “Alhamdulillah” ( kalau lagi waras ), “Ya dijalani aja, gitu aja kok repot” ( lagi rada singit ), “Lha emang napa ? apa urusan lo ?” ( completely singit ). Sudah kenyang deh dengan berbagai macam komentar, analisa, tinjauan ( halaaaaaaah ), tentang kondisi kami. Dari yang sopan tanpa ada maksud jelek sama sekali, trus yang ngeledek, sampai yang malah terasa menjurus sebagai tuduhan.

Tuduhan ? lha iya, mas Adi pernah diceramahi oleh salah seorang rekan kerjanya ( yg kebetulan lebih tua dan pegawai pengankatan lokal di daerah itu, jadi gak pernah ngerasain dipindah-pindah ), konten ceramah fuuuuuuuullllll cerita buruk bin mengerikan tentang keluarga2 yang ditinggal bapaknya pindah-pindah penempatan kerja. Anak-anak yang bandel-lah, sekolah nggak selesai-lah…. sampai ke istri yang jadi hobi potong bebek angsa serong kiri-serong kanan…. Sedemikian bersemangat dan intensnya bapak itu bercerita, sehingga seolah-olah itulah yang pasti akan terjadi pada pada keluarga kami….. Hualaaaaaaah…… Naudzubillahimindzalik deeeeeh…

Untuuuuuuuuuung, bukan aku yang diceramahi, kalau iya…. wedew… bisa-bisa keluar tanduk gajah deh ( sejak kapan gajah punya tanduk ya ? ). Kalau bapak Adi sih, coooooool aja. Ya didengerin aja, kasiyan sudah berbusa-busa begitu, itu kata mas Adi. Tapi mas Adi sendiri bilang kalau dia lebih suka ngobrol dan ngumpul dengan sesama bulok alias bujang lokal, yang senasib sependeritaan, untuk menghindari panas kuping yang menjurus ke panas hati. Hal yang gak terlalu sulit, secara di instansi kami yang namanya mutasi, bujang lokal, pulang sabtu-minggu, adalah hal yang bisa dibilang biasa.

Ada juga komentar “kalo gue sih mending cari kerja lain yang penting deket keluarga, rejeki kan nggak kemana”. Kalimat yang kedengarannya sungguh sangat heroik bukan ? But hei ! kami sudah membuat pilihan kami, susah sedih duka derita sudah kami jalani demi kelangsungan keluarga kami…. kalau anda bisa dengan mudah menemukan pekerjaan semudah membalik telapak tangan, rejeki dan anda seperti magnet dan besi ya fine with u……tapi kami pun boleh berkeyakinan bahwa jalan inilah yang harus kami tempuh untuk menjemput rejeki kami.

Wedew…. kok jadi menjurus nesu nih…. back to topic aaaaaaaaaah… apa tadi yaaaaaaaaa *ngumpulin memori yang tercecer*

Lima belas tahuuuuuuuuun !!

Subahanallah…..

waktu ku kecil, hidupku..

Aku dibesarkan disebuah kota kecil diawal tahun tujuhpuluhan ( dah lama banget ya ? padahal perasaan baru kemarin…. hiks ). Kota kecil di Jawa, yang beristirahat pada pukul dua siang untuk bangun lagi nanti jam lima sore. Ayem tentrem dengan lingkungan tetangga yang rata-rata tidak dibatasi pagar antara satu rumah dengan rumah lainnya, cukup pagar depan saja yang membatasi halaman dengan jalan raya. Jadi kalau aku tidak nampak di rumah, bapak-ibu tidak terlalu cemas, paling-paling si Pingkan lagi nebeng nonton tipi ke rumah pakde Marmo, atau lagi nggrusuhi alias nggangguin mbah Reso yang lagi bikin apem untuk sajen.

Halaman depan yang sangat luas dengan beberapa pohon sawo dan pohon mangga, sungguh merupakan playground yang menjanjikan berbagai petualangan untukku. Urusan panjat memanjat jangan diragukan lagi, meskipun perempuan jelas aku tidak mau kalah dengan kakak laki-lakiku dan teman-temannya. Main ayunan di pohon sawo, lalu pasang lagak seperti pemain sirkus dengan melompat turun tepat pada saat ayunan itu mencapai titik tertingginya ( kalau ketahuan Bapak bisa dijewer-weeeeeeeer deh…. ) Juga mulai belajar naik sepeda, dan setelah mahir mulai sok kebut-kebutan mengitari halaman, tanpa perlu takut kesrempet motor apalagi mobil.

Halaman belakang juga punya sensasi tersendiri. Pohon-pohon pisang yang bergerombol, dari pangkal batang sampai pucuk daunnya bisa dijadikan mainan seru. Bahkan kepompong yang bersembunyi di daun-daunnya pun bisa diajak main. Buka gulungan daunnya, pegang tu kepompong dengan jari tangan, trus nyanyi “entung-entung endi lor endi kidul” ( kepompong, kepompong, dimana utara, dimana selatan ). Si entung akan megal-megol bergoyang-goyang seperti menunjukkan dimana arah utara dimana arah selatan. Lalu pohon-pohon turi yang akarnya sering menjadi tempat bersembunyi ulat-ulat tanah yang putih, gendut dan lucu. Ada yang bilang enak dimakan sih…. tapi enggak tega ah, enggak kolu wis, gak ketelen dah… xixixi….

Trus kalau merambah ke pekarangan tetangga yang tidak dibatasi pagar, ada pohon kedondong, belimbing, jambu, ada juga pohon kapuk randu, beberapa semak pohon kapas, dan yang sangat menggiurkan adalah pohon duwet alias jamblang milik nenek2 tetangga yang sangat rajin berbuah ( nuwun sewu mbah, saya kok lupa nama simbah… ). Buah kecil-kecil berwarna biru tua kemerahan itu sungguh sangat menggiurkan dimata anak-anak. Pernah suatu kali aku kepergok, tertangkap basah-sah….lagi enak-enaknya nongkrong di atas pohon duwet, eh mbah yang punya pohon tiba-tiba muncul dan marah-marah. Dan yang sangat mengesalkan, temen-temen yang tadinya kemruyuk bergerombol dibawah nunggu lemparan duwet dari aku, semua lari kocar-kacir menyelamatkan diri sendiri, meninggalkan aku yang masih nemplok di pohon duwet….haduuuuuuuh….. Sekali lagi, punten ndalem sewu nggih mbaaaaaah….

Lalu kalau membandingkan pengalaman seru masa kanak-kanakku dengan apa yang dialami anak-anakku sekarang, kok kadang pengen bilang “kasiyaaaan deh” ya ? hahahahahah…. Berani jamin tidak ada satupun anakku yang bisa menandingi kemampuan mbok-nya ini waktu kecil dalam urusan panjat memanjat pohon…. xixixixi…. Lha wong memang tidak ada pohon yang bisa dipanjat je… Rumah kami saat ini adalah standar rumah btn yang halamannya bisa habis kalau ditanami pohon berkayu keras seperti mangga, sawo apalagi beringin…. ( padahal asik lho, gelayutan di akar gantung pohon beringin, auwoooooo… nggak kalah sama tarzan dah ! )

Rumah kami juga terletak di perumahan standar komplek kelas menengah ( arah terjun ke bawah ), yang masing-masing dibatasi pagar, dan seringkali penghuninya terlalu sibuk dengan urusan masing-masing sehingga tidak selalu bisa saling titip ngawasin anak. Masing-masing juga sudah punya tipi sendiri, bukan barang mewah lagi gituuu….. jadi tidak ada lagi acara nebeng nonton tipi berjama’ah, hehehehe….. Jalan-jalan atau naik sepeda pun harus selalu hati-hati terhadap mobil atau motor, nggak terlalu banyak sih sebenernya, tapi tetep saja harus eling lan waspodo, ati-ati lah pokok’e…. Pepohonan pun terbatas pada pohon standar perumahan, seperti angsana, bauhinia atau akasia. Jarang ada pohon besar yang berbuah, paling-paling kersen, itupun buahnya sering banget jadi korban rebutan anak-anak.

Beberapa hari yang lalu, dalam acara jalan-jalan pagi akhir pekan, aku ngajak Faiz dan Fachri jalan sampai agak jauh, sampai mendekati perbatasan komplek dan perkampungan disekeliling perumahan. Dalam ‘petualangan kecil’ itu kami menemukan pohon asem yang mulai berbunga, cantik deh, putih kekuningan. Juga pohon pisang yang tandannya sarat buah pisang yang gemuk-gemuk menggiurkan. Faiz memandang dengan sangat kagumnya pada pohon pisang itu….. dan bahkan setelah sampai di rumah pun Faiz masih membahas pohon pisang itu dengan sangat antusias….. ealaaaa leeee….. leeee..… kasiyan banget sih kamu, baru kali ini lihat pohon pisang berbuah ya ? xixixixi…..


numpang sebel….

Kemaren rasan-rasan sama temen soal acara talk-show di tipi. Topik yang senernya nyebelin buat saya, ha gimana ndak sebel, wong makin jelas cetho melo-melo, kalau acara-acara seperti itu lebih bertujuan untuk mecari sensasi saja, padahal sih ngakunya dalam rangka mengungkap fakta…. Pertanyaan menggiring ke arah kontroversi, semakin kontroversial semakin okeeee, makin gak jelas makin baguuusss. Narasumber saling ngotot dengan modal pokok’e guwe yang paling bener, tanpa ada niat untuk mendengat pendapat orang lain.

Begitu tidak pakai akal-nya, sampai-sampai ada narasumber yang digerus habis sama lawan bicaranya hanya gara-gara menggunakan kata “Insya Allah” dalam argumennya, padahal si penggerus itu juga muslim. Dan sebagai seorang muslim seharusnya dia tahu bahwa janji dengan menggunakan kata Insya Allah adalah janji yang paling berat…. Astagfirullahaladziiiim…

Bener-bener deh…. makin kesini kok rasanya makin banyak orang yang merasa harus bicara tanpa mau mendengar terlebih dahulu. Kalaupun mau mendengar,yang dipilih adalah yang ingin didengar, bukan yang seharusnya didengar. Kombinasi yang ‘sangat sempurna’ adalah : gue paling bener, modal asumsi dan persepsi tanpa data yang valid, plus tidak adanya niat untuk mau mendengarkan orang lain. Wiiiiiissss…. pantesan negara ini gak maju-maju….

*hari ini temanya curcooooooooooooollll*

ini soal bungkus

Beberapakali postingan aku sibuk ngecuprus tentang kecantikan hati, soalnya sebel aja, hari gini kok kayaknya yang dipentingin tu penampilaaaaaaaan melulu… Tapi bukan berarti penampilan fisik itu gak penting, bukan begitu maksudku.Karena bagaimanapun juga tampilan fisik itu punya nilai.

Bisa aja ngotot baju, sepatu, dandanan, sisiran rambut, aroma tubuh tu nggak ada hubungannya dengan kemampuan berpikir dan kerja otak. Lha tapi gimana orang tahu kemampuan seseorang kalau tidak ada interaksi sama sekali ? Trus bagaimana orang mau berinteraksi kalau tampilannya aja lethek ledis ledus alias kumel kucel dan bau ? Ndeketin aja ogah kaleee….. Walaupun ada istilah don’t judge a book by it’s cover, tapi bagaimanapun juga hal pertama yang dilihat orang lain dari kita adalah penampilan. Memulai berinteraksi dengan orang yang rapih dan bersih tentu saja akan lebih nyaman daripada dengan orang yang kotor, lecek lagi bau.

Tapi kadang rapi dan bersih saja tidak cukup ya ? Suatu kali, aku jalan berdua ma temenku ke sebuah hypermarket di jakarta. Waktu itu aku hanya bermodalkan baju gss alias gamis sangat sederhana, kerudung kaos panjang plus sendal teplek, rapi dan bersih lho. Sementara temenku itu layaknya ibu muda jaman sekarang, dandan lumayan kumplit lah. Saat berjalan di lobby, temenku ribet disamperin dan ditawarin macem-macem oleh sales yang banyak berkeliaran disitu, sementara aku dilirik pun tidak … dari penampilan mungkin aku dianggep nggak menjanjikan kaleeee.. hahahahaha…. tapi malah jadi aman dari gangguan to ?

Itu sebenernya belum seberapa, dahulu kala dalam sebuah perjalanan Jakarta-Solo, saat duduk di restoran untuk istirahat makan malam, tiba-tiba dari belakang pundakku ditepuk oleh seorang sopir bis antar kota dengan akrabnya. Gara-gara penampilanku yang tomboy ( waktu itu belum pakai jilbab ), dari belakang mungkin aku ini mirip banget ma rekan sejawatnya gitu… Maka ditepuk lah pundakku dengan akrabnya sambil menyapa, padahal kenal juga enggak. Begitu nyadar kalau ternyata daku ini perempuan berwajah manis, segeralah dia meminta maaf dengan terburu-buru, lalu kabur deh…… Soalnya walaupun berwajah manis ( huxixixixi…. percaya aja ya ?! percaya deeeeh….) postur tubuhku sangat meyakinkan untuk bisa nonjok orang dengan suksesnya.

Lalu ketika masuk ke kampus Jurangmangu, mulai kenal deh cara berpenampilan seperti layaknyanya seorang perempuan. Kapok jugalah, dikira sopir bis antar kota, hihihihi…. Tapi bukan berarti juga aku harus menjelma jadi orang lain lhoooo… Kalau memang pada dasarnya nggak suka dandan ya nggak harus memaksakan diri dengan berbagai macam pelembab, foundation berlapis-lapis, bedak, concealer, mascara, eye shadow, blush on sampai bulu mata palsu yang bak nyiur melambai di tepi pantai…. Yang penting adalah rapi, bersih dan tidak menebarkan aroma bau badan kemana-mana.

Tapi diluar masalah make-up, sepertinya aku sudah mulai melewati batas minimal rapi dan bersih itu deh…. iya sih, kalau melihat gantungan baju-baju dilemari, kerudung warna-warni, tumpukan tas, kotak-kotak sepatu….. huwaaaaaaaaah….


tidak mandiri kok

Posisi suami yang tinggal di lain kota karena tuntutan pekerjaan, kadang mengundang komentar dari orang lain, dari kasiyan deh lu sampai pemberian gelar wonder woman ke aku eits, tapi jangan bayangin mbak wonder woman yang bajunya super ngirit itu yaaaa…. Masalah kasiyan deh lu anggep aja angin lalu, tapi masalah wonder woman itu yang suka bikin aku mikir…. am i ? *bukan bajunya ! woooooooi !! bukan masalah bajunyaaaaaaaaaaa !!*

Yang dimaksud dengan wonder woman itu tentunya adalah perempuan yang tegar mandiri siap membasmi kajahatan….*haiyaaaaah kebablasan*. Wis pokok’e, gagah banget yak ? tapi balik lagi ke pertanyaan : emang gue mandiri ? Kalau soal ngurus diri sendiri sih, ya Alhamdulillah karena sudah dibiasakan dari dulu ya nggak masalah. Kalau soal pekerjaan di rumah, Alhamdulillah Bapak ma Ibu juga sudah membiasakan untuk bisa menyelesaikan pekerjaan tanpa memandang ini pekerjaan laki-laki atau ini pekerjaan perempuan. Siapa yang bisa mengerjakan saat itu, ya kerjakan.

Jadi ketika mas Adi harus mutasi ke Bandung ya Alhamdulillah nggak terlalu shock, kalau cuma urusan mati lampu, got mampet, talang air bocor sih kecil…. tinggal panggil tukang ! hahahaha…. ya iyalah… kalau bisa kukerjakan sendiri ya kukerjakan sendiri, seperti ganti lampu yang mati atau ganti kran air yang rusak. Tapi kalau sudah menyangkut tenaga besar dan keahlian khusus seperti tukang-menukang, ya mending aku panggil ahli-nya lah… tinimbang maksud hati dibetulin malah jadi dirusakin….

Trus waktu itu aku memang masih belom bisa nyetir, lha wong memang belom ada yang bisa disetir. Jadi ngalor-ngidul masih pakai kendaraan umum atau menggunakan motor sebagai andalan utama. Alhamdulillah aku lumayan ngerti kalau soal motor, dari smp sampai kuliah dah jadi biker je.… Jadi pada suatu pagi ketika motorku mogok gara-gara kejeblos banjir, aku bisa naikin sendiri tu motor ke trotoar, buka busi, gosok-gosok, pasang lagi, stater, jalan lagi deh….. Tapi asli, yang bikin aku takjub sendiri kalo nginget-inget kejadian itu, sebenernya bukan masalah businya, tapi masalah naikin motor ke trotoarnya itu lho… lumayan tinggi lho trotoarnya, mana pagi-pagi masih gelap lagi…. orang kalau udah kepepet ya ? xixixixi….

Waktu Alhamdulillah ada rejeki untuk ganti mobil aku jadi kebablasan seneng nyetir, bahkan sampai hari terakhir sebelum cuti melahirkan pun masih nyetir sendiri pergi pulang kantor dengan perut gwendut. Seminggu setelah melahirkan pun sudah nyetir lagi. Nyetir sendiri juga untuk pergi kontrol bayi ma kontrol jahitan bekas cesar. Soalnya mas Adi sudah dinas di luar Jawa dan gak bisa lama-lama ijin cuti.

Tapi sayangnya untuk urusan perawatan mobil aku ada di posisi nol besaaaar ! Paling pol ya cuma nyuci ma ngisi air radiator plus wiper aja, lain-lainnya mbuh ra weruuuuuuuh !! Bener-bener jauh dari mandiri deh…. Lalu apakah aku jadi pengen belajar ngerti tentang mobil ? enggak aja dah… kalau ada apa-apa sama tu mikrolet mending angkat telpon aja deh, hare gene getoooo…. hape selalu nempel kok, tinggal telpon bengkel, trus telpon mas Adi buat minta ongkosnya…. hehehehehe…..

Gaya nyonyah besar ya ? xixixixi….. Tapi masih mending lah, suatu saat ada sodara nginep di rumah, aku sudah nyuruh nyalain AC dari sore. Tapi sampai waktunya tidur, tu kamar masih puanas aja. Lho kok AC belom dinyalain ? sodara yang sudah ibu-ibu itu menjawab dengan polosnya “Nggak tau caranya, abis kalau dirumah suami yang nyalain sih…”. Gubrag terbanting-banting deh aku……