Belajar Craft : Stamped Cross-Stitch

Sudah lama nggak posting soal belajar craft. Mulai lagi dengan stamped xstich yuk ! Sebenarnya ini bukan ngajari sih, lha wong aku sendiri juga baru-baru aja belajar stamp xstitch ini, jadi ya sharing aja lah istilahnya.

Belum nemu definisi tepatnya stamped-xstitch itu apa, tapi secara kasat mata beda stamped xstitch dengan xstitch biasa adalah bahan/media yang dipakai. Kalau pada xstitch biasa, media yang dipakai adalah kain yang seratnya membentuk kotak-kotak alias strimin atau aida, pada stamped xstitch media yang dipakai adalah kain yang tidak ada kotak-kotaknya alias kain biasa seperti cotton/poly sailcloth. Trus media ini juga sudah diberi tambahan/ di-print gambar yang bisa mempercantik hasil akhirnya. Dan stamped xstitch ini bisa digabungkan dengan sulaman biasa ( satin stitch ), contohnyaaa :

ini adalah stamped-xstitch pertamaku *soooooooooooooook*. Warna biru di langit dan tulisan diatasnya itu sudah ada dari sononya, bukan aku yang nggambarin. Perlu waktu juga sih untuk menyelesaikannya. Selain belum biasa, ternyata stamped-xstitch ini memerlukan pembidangan dalam pengerjaannya. Lha wong kainnya tidak berkotak-kotak je, jadi ya bisa berantakan juga kalau tidak pakai pembidangan. Sampai ta’ bela-belain beli q-snap, alias pembidangan gaya baru. Berasa banget sih bedamya.

pembidangan gaya lama
q-snapkuuu…. *mringis bokek*

so, bersama si q-snap aku bisa tancap gas menyelesaikan stamped-xstitch pertamaku ini. Lha trus mana nih sharinganya ? kok malah pamer mulu ? sabaaaar….

mari kita lihat project stamped-xstitch keduaku :

Cover depannya, judul : Life is Nothing Without Friends. Aku beli lewat temen di fesbuk, dan Alhamdulillah termasuk program bundle kits sale….

kit contains :

– cotton threads
– printed white cotton/poly sailcloth
– needle
– easy instruction

dari dekat bentuk kainnya seperti ini :

jadi memang tidak ada kotak-kotaknya seperti strimin biasa… Susahdong ? nyantai ajalaaaah, kerjain aja. Enggak rapi ? enggak sama ukuran silang-silangnya ? yo ben wae, biarin aja… ini hand-made cuy, bukan kerjaan mesin. Kalau mau sama persis bentuk dan ukuran silangannya ya suruh kerjain mesin ato robot aja deh…. *mbayangin robocop ngerjain kristik*.

So, sesuai dengan petunjuk bapak presiden, eh sesuai instruksinya, yang pertama kali dikerjakan adalah satin stitch-nya. Area yang harus diisi satin stitch ditunjukkan dalam kertas instruksi.

arah benang ditunjukkan dengan garis lurus pada bidang yang harus diisi satin stitch

kalau sudah, hasilnya akan seperti ini :

lalu mulai kerjakan cross-stitch-nya :



 

setelah semua dikerjakan, tinggal membereskan detail seperti backstitch alias tusuk tikam jejak untuk outline-nya dan beberapa frenchknot untuk mata-nya.

setelah semua dikerjakan, tinggal membereskan detail seperti  backstitch alias tusuk tikam jejak untuk outline-nya dan beberapa frenchknot untuk mata-nya.
taraaaaaaaaa……

so, monggo dipun cobi, alias nyoba yuuuk…..

How We Used to Be

Beberapa waktu yang lalu, Rahma mulai gandrung dengan lagu First Love-nya Nikka Costa. Lagu jadul ? lha iya laaaaaaaaah…. wong di jaman aku masih kiyut-imut-imut aja itu lagu sudah termasuk lagu lama je, gimana sekarang jaman aku sudah mulai ngitung keriput dan uban *lirik stok anti-aging*. Inget jaman dulu suka mainin tu lagu di electone alias keyboard dengan penuh penghayatan sepenuh jiwa dan pelajaran olah raga…..

Haiyah, kok malah jadi blushing sendiri to ini, qiqiqiqiqi…. *ketawa nenek-nenek*. Lha tau sendiri lah, sebuah lagu bisa disukai antara lain karena ‘gue banget gitu lhooo’ alias paaaaas banget sama suasana kebatinan kita. So ? ya gitu dweeeeh…. begitulah bu Ping jaman kena sambit first love, nun jauh beberapa abad yang lalu *rapi-in konde sembunyiin uban*.

Balik ke nduk Rahma, berdasar pengalaman pribadi simbok-nya langsung pasang radar pemantau dong. Tapi lucu juga ya ? rasannya seperti melihat film yang diputar ulang…. Apa yang kita *kita ? bu ping aja kaleeeee* alami dulu, sekarang dialami oleh anak-anak. Dan tentu saja, waktu dan pengalaman membuat kita melihatnya dengan kacamata yang sedikit berbeda dengan waktu kita sendiri yang mengalami.

Jadi inget cerita seorang kerabat yang dibuat murka oleh anaknya yang mulai kenal pacaran, begitu marahnya sampai menjadi hot issue di keluarga besar. Lalu ada yang mengingatkan “Mas, bukannya dulu panjenengan juga begitu ?”, duuuh langsung terdiam dan berkaca-kaca deh sang kerabat ini. Ucapan itu membuat dia ingat kelakuannya sendiri waktu masih muda dahulu, bagaimana dia sendiri juga sudah membuat murka ayahnya karena urusan yang sama, pacaran. Bagaimana dia sendiri sampai ‘nantangin’ bapaknya, karena merasa diri benar dan bapaknya salah…. well, issue yang sama, kacamata yang berbeda.

Membesarkan anak memang tidak ada sekolahnya, dan pengalaman hidup yang sering dijadikan pegangan orang tua dalam menghadapi anak yang mulai beranjak dewasa. Tapi ya itu tadi, kadang terjadi bias, karena apa yang dilihat waktu masih muda bisa berubah nilainya begitu kacamata orang tua yang dipakai. Pengalaman dan posisi sebagai orang tua bisa merubah cara pandang seseorang bukan ? Salah ? ya enggak juga lah ya… justru itu bisa dijadikan bekal, sehingga menjadikan orang tua lebih wise dalam menghadapi tingkah polah anak-anak. Harus tahu-lah bagaimana anak muda itu, lha wong dulu juga pernah muda je… *kibasin krudungan*. Itu teorinya sih, tapi pada prakteknya ya lumayan susah… xixixi…

Salah satunya mungkin karena ‘gengsi’ sebagai orang tua, sebagai yang merasa lebih ‘berkuasa’ dibanding anak-anak, sebagai orang yang merasa sudah berpengalaman dengan asam-garamnya kehidupan……..*bahasamu itu lho mboooooook*. Padahal sekarang ini sudah bukan jamannya lagi menghadapi anak dengan pendekatan kekuasaan seperti jaman mbah-mbah dulu. Memposisikan diri sebagai teman akan membuat anak merasa lebih nyaman kalau ingin ngobrol serius dengan orang tua, curhat gitu istilahnyeeee…

Orang tua yang hanya bermodalkan doktrin ‘sudah pengalaman’ thok bisa membuat anak merasa tidak dimengerti.Padahal akan lebih mudah memberikan masukan ke anak kalau mereka merasa dimengerti. Jadi tidak ada salahnya menurunkan sedikit ego dan mencoba melihat dari sisi anak-anak. Setiap orang dewasa pasti pernah merasakan jadi anak-anak, they remind us how we used to be….

Asal jangan kebablasan trus ikutan nyanyi First Love-nya Nikka Costa sampai termehek-mehek…. dah nggak lucu lagi, wkwkwkwk …….*turn off keyboard, ambil langkah seribu*

Hajj 1431 H : Cengkareng – Dubai

Setelah dag-dig-dug sekian lama, akhirnya datang juga tanggal 3 November 2010. Saatnya untuk take off to Mecca…. tapi berdasarkan jadwal kelompok haji kami, kami tidak akan njujug alias straight to Mecca, tapi mampir dulu ke Dubai. Lha kok ? yaaaah, pertimbangannya sih untuk mengantisipasi antrian di King Abdul Aziz airport, rombongan di-istirahatkan dulu di Dubai. Juga untuk mempermudah pengambilan miqot, repot juga bapak-bapak kalau harus ganti baju ihrom di atas pesawat. Walaupun ada juga rombongan lain yang mengambil kemudahan untuk bermiqot dan ganti baju ihrom di bandara King Abdul Aziz Jeddah.

Tapi belum juga take off sudah harus latihan sabar, bukan masalah delay sih -Alhamdulillah no delay-. Namun mengingat rumah yang nun jauh di ujung Bekasi sono, juga mengingat Jakarta yang hujan melulu ( baca : macet ), akhirnya kami berangkat dari Bekasi jam 10 pagi untuk keberangkatan pesawat jam 5 sore. Huehehehe, semangat banget ya ? Ya iyalah, daripada telat, bisa nangis bombay 7 hari 7 malam tuh. Hasilnya kami sampai di Cengkareng sekitar waktu Dzuhur. Jadi ya sabaaaaaaaar….. Belanda, eh jam lima masih jauh…. Dan Alhamdulillah aku sudah punya persiapan untuk urusan tunggu-menunggu ini. Baca bukunya Andrea Hirata dulu deh….

ngopi juga enggak, numpang duduk doang
Selepas Ashar, acara pelepasan dimulai. Lumayan ramai juga sih, secara pengantar banyak. Pak Adi dan bu Adi yang nganter berapa truk tuh ? Nggak banya sih, cukup pak sopir taksi saja. Selain karena hari itu adalah hari kerja, bu Adi juga takut jadi mewek kalau dianterin anak-anak. Belum lagi ancaman huru-hara dan kehebohan kalau Faiz dan Fachri tahu ibuk mau pergi ke Mekah dan ngotot pengen ikut. Jadi, yo wis lah, ambil praktisnya aja, Pesen taksi dan berangkat tanpa ketahuan den bagus Faiz dan Fachri.

 

 

 

 

 

 

diantara kerumunan acara pelepasan

 


ha kok malah lirak-lirik….

 

 

 

 

 

 

 

Dilarang foto-foto disini ! kata pak Imigrasi…. *aduh maap pak, sudah naluri sih*
Setelah penerbangan sekitar 9 jam yang melelahkan jiwa dan raga akhirnya kami mendarat di Dubai hampir tengah malam. Harus melewati proses imigrasi yang memakan waktu cukup lama, ngantrinya itu lho. Boyok alias punggung sudah mulai krengket-krengket minta dilurusin, hiks….. Ndak sempet pula menikmati Dubai Int’l Airport yang katanya berkonsep mall *lirak-lirik mupeng*. Ndak sempat pula foto-foto, keburu capek duluan. Mati gaya gara-gara faktor usia dah….

Keluar dari bandara langsung ke hotel. Tapi sampai di hotel bukannya boleh langsung tepar di kamar, lha kok disuruh makan dulu… Aduh, tengah malam nih, makan apa pula judulnya ? Mosok makan malam jam 1 malam sih ? Tapi yo wis lah, nurut saja. Pas lagi makan sembari ngantuk kok ada yang negur, “Capek Bu ?”. Oh ternyata pegawai hotelnya banyak yang dari Indonesia. Sayang lupa nggak diajak poto bareng *kelalen narsisnya*

Besok paginya selesai sarapan ada acara city tour di Dubai. Terus terang aku maleeeees banget mo ikut. Badan masih pegel, mata masih berat. Travelling is not my hobby. Kalau masalah hobi, aku lebih suka ndekem di rumah nge-craft. Dan lagi, bukannya tujuan ke Dubai adalah untuk istirohat ? lha kok mau jalan-jalan. Emoh ah, aku mau lanjutin molor aja di kamar. Tapi berhubung kangmas Adi maunya ditemenin… *ahem-prikitiiw-gedubrag*, akhirnya aku ikut juga, dengan catatan, molor continuing.

pak Adi poto depan masjid
bu Adi tidung depan masjid

poto-poto di pinggir pantai

bu Adi cukup di bis aja, trus abis itu ? ya tidur lagiiiiiiiiii……

 

well, cuma berusaha untuk konsisten aja kok ( konsisten jadi tukang tidur maksudnya ), ke Dubai mo istirahat buat persiapan ntar kalau ngantri di bandara King Abdul Aziz di Jeddah, jalan-jalan was not my priority. Soalnya dari yang aku baca dan dengar, di bandara Jeddah antrian bisa panjaaaaaaaaang dan lamaaaaaaaaaaaaaaa, bisa berjam-jam. Bahkan di buku yang aku baca bisa nyampai 7 – 8 jam…. wedew…. makin semangat untuk tidur deh di Dubai.

Tapi dari jalan-jalan-tidur-tiduran di bis itu, aku sempat melihat bahwa Dubai adalah kota metropolitan
yang teramat sangat bersih. Papan reklame dan bilboard memang masih mencantumkan huruf2 hijaiyah, tapi selain itu Dubai lebih mirip dengan kota-kota metropolitan di negara-negara barat sana. Sebenernya mau juga sih jalan-jalan di Dubai, tapi bukan dalam kesempatan dan kesempitan mau berangkat ke Jeddah begini. Siapa tau bisa mampir ke pasar emas Dubai, trus beli barang sekilo dua kilo gitu…. *dijitak bos Adi*.

Tapi yo wis lah, pulang dari city-tour-(akutidur), kami langsung makan siang dan siap-siap terbang lagi ke Jeddah untuk selanjutnya menggunakan bis melanjutkan perjalanan ke Mekah. Dan sesuai dengan jadwal, kami berangkat sudah dalam pakain ihrom, untuk mengambil miqot nanti di pesawat. Jadi inilah pak Adi di hotel – Dubai

suit-suiiiiiiiiiiiiiiiiiiit….. *pletaaaaaaaaksss*
lalu balik lagi ke Bandara Dubai untuk terbang ke Jeddah….


lirikan pramugari Emirates….

 

 

jujur, tegang juga niiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiih…. menunggu pilot memberi aba-aba untuk bersiap mengucapkan niat ihrom dan mengambil miqot…. bismillahirrohmanirrohiiiiiim…..

bersambung-tubitukinyuuuuut yaaa..

catt
miqot :
tempat-tempat yang sudah ditetapkan untuk memulai ber-ihrom untuk haji dan umrah
ihrom :
berniat memulai untuk mengerjakan ibadah umroh/haji di miqot dengan diawali melakukan kegiatan persiapan ihrom, mengenakan pakaian ihrom dan mengikatkan diri pada sejumlah larangan ihrom seperti mengenakan pakaian berjahit bagi jemaah pria.

 

Hajj 1431 H : Kenapa Jadi Begini Ya ?


Pagi-pagi iseng ngeluyur ke postingan orang, nemu postingan yang nyeritain soal kelakuan orang-orang yang pulang haji. Bagaimana ‘titel’ haji seringkali membuat orang jadi berlaku riya’ alias pamer, sombong dan merasa harus dilebihkan dari yang belum haji. Juga ditulis tentang orang pergi haji dengan niat yang ‘melenceng’. Bukan untuk menunaikan kewajiban, tapi cuma untuk mengejar ke-makbul-an doa-doa di tanah Haram, misalnya cuma untuk minta tajir doang….

Well, nggak bisa diingkari itu masih menjadi realitas di sebagaian masyarakat kita sih…. menyedihkan memang. Di lain pihak masih banyak orang yang memandang haji lebih dari segi ‘udah keluar duit banyak dong‘ bukan dari ‘udah harus bisa menyebarkan kesholehan dong‘. Jadinya ya gitu deeeeeh…. haji menjadi semacam tanda pangkat status sosial gitu deeeh.

Postingan yang lumayan bagus, iseng ikut komen dan baca-baca komen yang lain di bawahnya. Tapi trus nemu komen yang ini :

Saya pribadi lebih suka memanfaatkan uang untuk melanglang buana liburan bersama keluarga untuk mempeererat hubungan dg anak dan suami drpd naik haji. Sholat dan berdoa bisa dilakukan dimana2. Nyatanya orang yg naik haji dg tujuan berdoa minta jodoh, belum kawin sampai sekarang. Artis yg kawin saat naik haji juga sudah cerai. Yg korupsi sehabiis haji tetap menerima uang upeti.

Untuk menjadi orang baik bs tanpa naik haji. Kalau mau naik haji pergilah dg hati ihlas.

Ha kok mendadak jadi ngeluaku…. jadi pengen tahu, seberapa jauh sih pemahaman kewajiban haji dan Rukun Islam dalam masyarakat ? kalau buat sodara-sodara kita yang bukan muslim sih ya nggak usah ditanyakan lah… tapi dalam masyarakat islam sendiri ? Masak sih nggak tau Rukun Islam ? rukun bo’, jadi jatuhnya tu wajib, kagak bisa dimain-mainin. Let see, Rukun Islam :

  1. Syahadat
  2. Sholat
  3. Puasa
  4. Zakat
  5. Haji, dengan catatan bagi yang sudah mampu

Kalau dilihat lagi ke komen yang diatas, berarti seharusnya dia sudah mampu dong… wong sudah bisa jalan-jalan keliling dunia je. Tapi mungkin belum tahu bahwa haji itu kewajiban. Tapi masak sih enggak tahu kalau itu wajib ? Trus aku jadi mikir, mungkin itu juga akibat dari ‘budaya’ masyarakat kita sendiri. Bagaimana haji sudah menjadi euforia yang kental dengan aroma status sosial. Juga ‘pemanfaatan’ haji hanya untuk urusan yang sak karepe dewe saja, pejabat pergi haji biar atasan cepet ngasih naik pangkat, artis pergi haji untuk sensasi dan popularitas….

Astagfirullahaladzim…. bukan mau menghakimi niat orang lain n merasa niat ane yang paling lurus, enggaklah, Allah yang lebih tau. Tapi jadi sedih aja, bagaimana hal-hal seperti itu membuat masyarakat yang belum faham menjadi berpandangan miring terhadap kewajiban haji. Haji tu gak da manfaat dan gak penting, mendingan jalan-jalan gitu lho…. *mringis sedih*

Gara-gara tu komen, aku jadi napsu ikutan njawab, gini nih yang aku tulis…

sebenernya saya juga mau aja jalan-jalan n nonton MU di Old Traffod bareng suami, tapi ya pergi haji dulu-lah… karena haji termasuk Rukun Islam, jadi hukumnya wajib bagi yang mampu… pergi haji tu untuk menggenapi rukun islam, alias menepati kewajiban sebagai orang islam, dan yang namanya kewajiban tu berarti ya harus dijalani, bukan karena ada kepentingan pribadi untuk minta ini minta itu.
Kalau cuma mau minta-minta sih, dimanapun kita berada, Allah maha mendengar kok, tinggal balik ke orang yang minta aja, pantes nggak doanya dikabulkan…. lagian (imho) sholat dan berdoa memang HARUS dilakukan dimana-mana kok… 😀

Jadi sekali lagi, haji adalah kewajiban, bukan tanda pangkat,apalagi modal pamer….So, orang baik belum tentu haji ? lha ya jelas to yaaaa…. hehehehe…

belagu ya jawaban ane ? *ngimpi landing di Heathrow*

Hajj 1431 H : Rasa Itu

Mundur dulu dikit ye…. postingan soal haji yang kemarin sih gambar udah di Cengkareng. Tapi untuk saat ini aku mau sedikit cerita tentang apa yang sempet aku rasakan sebelum sampai di Mekah. Penting ? yaaah… penting gak penting juga sih. Karena ternyata bukan hanya aku saja yang merasakannya, beberapa teman seperjalananku ternyata juga menyimpan rasa yang sama. Dan rasa apakah yang akan aku bahas itu ? rasa coklat, rasa stroberi ato rasa vanilla ? iiisssh…. emang es tung-tung.

Back to rasa itu, pernah denger cerita-cerita rada seram soal apa yang akan terjadi di Mekah saat kita berangkat haji ? Juga beberapa cerita kejadian -yang dalam tataran pikiran manusia kita adalah- musibah yang menciutkan nyali ? Well, ini kali pertama aku berangkat haji, semoga bukan yang terakhir siiih… *ngarep.com*, jadi bisa dibilang aku hanya bisa berpegang dari apa yang kubaca dan apa yang kudengar. Sama sekali tidak ada bayangan tidak ada pengalaman. So, cerita-cerita itu cukup mempengaruhi suasana kebatinanku juga, a.k.a : bikin keder.

Segede gunung deh was-was-ku, lha iyalah, karena hampir semua orang berpesan dan mewanti-wanti untuk ekstra hati-hati selama berada disana. Pesen yang baik dan benar sih, tapi lumayan bikin hati deg-degan juga. Jaga hati, jaga pikiran, jaga lisan, atau kalau tidak rasakan langsung balasannya ! Whuaaaaaah… mikir juga tuh jadinya, bukan apa-apa, kalau masalah ucapan lisan sih mungkin masih bisa diusaha-in pasang rem pakem. Tapi yang namanya aliran kebatinan alias membatin alias lintasan pikiran itu kan suka slonong boy semaunya sendiri. Nggak diniatin tau-tau nongol aja di kepala, ostosmastis gitu lho…. *padahal kebiasaan juga sih, xexexexe….*

Belum lagi bakat isengku yang suka komentar sana komentar sini…. gak niat jahat sih, tapi suka bablas aja ngomentarin ini-itu. Dari awal mas Adi juga sudah ngasih warning, “Jangan banyak komentar ya”. Aku mencoba ngeles, “Kebiasaanku sebagai pengamat sih Mas, kan itu modal juga buat nulis,” jawabku sambil senyum sok manis gitu *istri ngeyelan* . “Iya, tapi diem aja ya ?!”, jadi maksud mas Adi adalah : pengamat ya pengamat, tapi nggak usah bikin penilaian, nggak perlu bikin statemen macam pengamat politik atau komentator sepakbola yang di tipi2 itu…. Huwaaaah keder juga daku. Mbatin aja bisa langsung kena penalti je, gimana kalo sampe bablas komentar….

Tapi gimana juga aku sudah niat mau sowan ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji je. Dan lagi kalau dihitung-hitung pergi haji tu jatohnya sudah jadi kewajiban buat aku. Kesempatan umur dan biaya Alhamdulillah dua-duanya sudah ada. Mosok mau ngeles bin mangkir dari kewajiban hanya karena takut kebiasaan jeleknya nongol disono ? Apa harus nunggu sampe clear n clean dulu semua kebiasaan buruknya trus baru mau berangkat. ? Laaaah, tapi mau sampe kapan ituuuu…. ya kalau masih ada jatah umur, kalo enggak gimana coba ?

Akhirnya biar nggak cuma bisa was-was, aku inget-inget aja nasehat ibuku, “wis pokok’e modal pasrah”. Berusaha semampu dan sebaik yang bisa kita lakukan, lalu serahkan semua hasilnya pada Allah SWT, apapun yang terjadi. Atau kalau orang Jawa bilang : pasrah bongkok’an ! Nggak usah kebanyakan mikir *tunjuk hidung sendiri*. Hamba datang dengan segenap dosa dan kekurangan ya Allah. Apapun yang terjadi, ijinkan aku mencoba menapaki jalan ikhlas dan pasrah dalam menjalaninya… Maju jalan dah !

Kalau ada kesalahan, ada lintasan pikiran iseng bin usil yang tidak disengaja, segera saja ber-istighfar, mohon ampun. Mosok mau meragukan limpahan ampunan dari Allah sih ? Dan kalaupun ada sentilan langsung sebagai akibat dari kesalahan-kesalahan kita, ya Alhamdulillaaaaah, insya Allah bisa meringankan beban dosa kita di akhirat kelak…. So ndak perlu kebanyakan was-was to ? Btw, ngomong-ngomong soal sentilan langsung, it happen to me lho, xixixixi….. *dih malah cengengesan*. Tapi cerita yang itu nanti aja yaaaaa…… *mlengos malu*

Lalu untuk masalah musibah dalam pelaksanaan ibadah haji. Sebagai manusia biasa dengan level iman yang masih berada di titik rendah, jujur aku menyimpan beberapa ketakutan tersendiri. Dari masalah 8 jam ora ngidak lemah-tidak nginjek tanah alias 8 jam berada di pesawat terbang dari Jakarta ke Saudi Arabia *gak da angkot sampe ke Mekah sih*. Sampai ketakutan masalah tumpah ruah dan berjubelnya jutaan manusia dalam pelaksanaan ibadah haji itu sendiri.

Alhamdulillah dengan ijin Allah semua ketakutan itu tidak terwujud… *nyengir malu*. Sementara itu pemerintah Saudi sendiri juga telah melakukan berbagai perbaikan dan penyempurnaan dalam pelayanan ibadah haji, sehingga bisa dikatakan zero accident-lah selama tiga musim haji ini. Beberapa titik rawan tumpah ruahnya manusia sudah disempurnakan sistem dan sarananya, seperti saat mabit di tenda Mina dan saat lempar jumrah di jamarat. Soooo, Alhamdulillaaaaaaaaaah…..

aliran jutaan manusia menuju jamarat

tubitukinyut….. ( baca : to be continued )

Hajj 1431 H : Pergilah Selagi Muda,


Untuk ibadah haji, pergilah selagi muda. whuiiiiih…. belom-belom udah mau ngajarin yaaaaaa….. *sok tau, teteeeeeuuuup*. Tapi bener deh, itu yang pertama kali pengen aku sampaikan sebagai pembuka cerita tentang perjalananku ke Baitullah selama sebulan kemarin. Cerita panjang x lebar = bosen dong ? Oh tidaaaaak, ntar aku tambahin bumbu foto-foto narsis deh biar gak bosen. Bosen ilang, mules yang datang…. xexexexe….

Serius ah….

Tapi emang serius kok, kalau kesempatan sudah ada, untuk apa ditunda-tunda lagi ? Jujur, aku sendiri pada awalnya termasuk yang kebanyakan mikir dan kebanyakan takut sebelum memutuskan untuk berangkat haji. Gimana enggak, i have four kids, yang terkecil belum juga genap 3 tahun. What if, gimana kalo begini, gimana kalo begitu. Ya gitu deh, namanya juga manusia, masih suka takut ma bayangan alias sesuatu yang belum jelas terjadinya. Apalagi aku dan mas Adi punya keinginan untuk berangkat bareng… gimana kalo-nya jadi makin ngaco gitu deh…. Tapi Alhamdulillah, dengan mengembalikan semuanya pada Allah, niat kami untuk berangkat bareng akhirnya menang melawan si gimana kalo itu.

aku menitipkan kalian kepada Allah, dzat yang tidak akan menyia-nyiakan titipan-Nya
doa untuk pamit… hiks…. *bolehsembarimbrebesmili*

Dan sungguh aku merasa sangat bersyukur bisa pergi berhaji saat usia masih termasuk muda…. *ehem-ehem*, ada yang protes ? oke deh, diralat… saat usia belumlah terlalu tua *dilarang protes lagi*. Karena selain ibadah harta, haji juga merupakan ibadah fisik. Ibadah harta karena bagaimanapun juga pergi haji memerlukan ongkos yang tidak sedikit. Tapi insya Allah bisalaaaah, sebelum umur 60 insya Allah sudah terkumpullah ongkos berangkat haji-nya. Nabung laaaaah…. jangan blanja-blanji muluuu… *membuka aib diri sendiri*.

Dan dari segi fisik, seorang muslim harus pergi meninggalkan tanah air-nya, dan melakukan perjalan yang bisa jadi sangatlah jauh, melintasi benua dan juga samudera. Selain itu ritual dalam ibadah haji pun banyak yang menuntut kesiapan fisik. Thawaf dan Sa’i yang merupakan rukun haji, paling tidak mengharuskan seseorang untuk berjalan minimal 7 kilometer jauhnya. Belum lagi kegiatan kemping alias mabit di Mina dan juga melempar 3 jumroh di jamarat.

Tidak mengingkari sih, banyak juga jemaah haji yang -Subhanallah- sukses dalam menjalankan semua rukun dan wajib haji meski sudah berusia lanjut. Tapi alangkah baiknya jika sewaktu fisik masih kuat, kita bisa memenuhi panggilan Allah untuk pergi ke Baitullah….. betul nggak prens ?

ini dia fotonya, monggo silahkan mules…. whuehehehehe…..
two of us

me

ini baru sampe Cengkareng, insya Allah cerita berlanjuuut… *ndak da yang nanya tuuuh*