DongengSimbok : Bale Sigala-gala

Setelah gagal membuat Bima mati kelelep di sungai Gangga, hati Sengkuni makin terbakar dengki, sudah tiga hari di bawah air kok ya masih bisa nongol lagi to yaaa… rutuk batin Sengkuni. Siang malam tak ada yang bisa dipikirkannya selain bagaimana caranya menyingkirkan Pandawa, demi memuluskan ambisinya untuk mendudukkan Duryudana di singgasana Hastinapura. Api dendamnya pun makin melebar, gak cuma Bima saja yang harus dilenyapkan,  tapi semuanya. Satu paket Pandawa bersaudara plus Kunti ibu mereka harus ter-delete total dari kehidupan, hilang lenyap, nyap, nyap, nyaaaaap…. Dari urusan terbakar dengki itu pula, muncul satu lagi rencana jahat Sengkuni. Dan beneran kali ini urusaan bakar-bakaran lah yang menjadi skenario utamanya. Yak, satu lagi dari Mayora  Sengkuni,  rencana jahat melenyapkan Kunti dan anak-anaknya  dengan cara mati terbakar api ! Beneran sadis emang orang, eh wayang yang satu ini….

Otak jahat Sengkuni memikirkan bagaimana caranya membakar Pandawa dan Kunti sampai mati, tanpa menimbulkan tuduhan dan kecurigaan. Harus dibuat tempat pembakaran besar yang bisa membakar Pandawa dan Kunti sekaligus, plus harus disusun rencana untuk memperdaya mereka agar mau masuk ke dalam tempat pembakaran tersebut dengan sukarela. Dan bukan Sengkuni namanya kalau tidak bisa mengarang skenario brilian tapi menjijikan untuk memuluskan rencananya tersebut. Dengan jurus  kamuflase ala Sengkuni, tempat pembakaran  tersebut dibangun dalam bentuk rumah peristirahatan yang megah dan mewah di atas pegunungan yang diberi nama Bale Sigala-gala.

Tampilan Bale Sigala-gala jelas sangat menyakinkan, resort bintang lima plus-plus-lah istilah hari gini-nya…. Tapi karena fungsi utama dari Bale Sigala-gala adalah untuk membakar penghuninya, sesuai dengan tujuan Sengkuni, maka bangunan tersebut dibuat dari bahan-bahan yang mudah terbakar. Bale artinya bangunan, sedangkan gala adalah sejenis bahan perekat seperti semen yang mudah terbakar, jadi cocok-lah antara nama dan tujuannya. Lebih dari itu, ternyata tiang-tiang penyangga Bale Sigala-gala telah diisi dengan sendawa dan gandarukem, dua bahan yang sudah tenar punya daya ledak tinggi. TNT-nya dunia pewayangan-lah… *tsaaah*. Bale Sigala-gala itu sendiri dirancang dan dibangun oleh Purucona, arsitek nomer satu di Hastinapura. Jadi diluar posisinya sebagai bom waktu, untuk urusan kemegahan dan kemewahan Bale Sigala-gala lah juara-nya.

Setelah tempat pembakaran besar ala patih Sengkuni yang diberi nama Bale Sigala-gala selesai dibangun, Kurawa lalu mengundang Pandawa untuk datang dan menginap. Pandawa, yang telah menyerap habis ilmu  tulus mengasihi dan berbaik sangka pada siapapun, tentu saja tidak punya kecurigaan apa-apa. Main jawab “iya kami akan datang” saja, padahal wis bola-bali, sudah bolak-balik terbukti pihak Kurawa  cuma berlagak sok baik aja, tapi ujung-ujungnya berniat aniaya terhadap Pandawa. Nyebelin sangat bukan ? Gak ngerti deh, itu sebenernya kelebihan atau kelemahan sih ? Baik sangka ya baik sangka, tapi mosok bolak-balik diapusi  kok gak kapok-kapok juga… *etdah, malah ngedumel*. Singkat kata, Pandawa langsung konfirmasi akan datang memenuhi undangan Kurawa.

Pandawa memang tidak punya kecurigaan apa-apa, lempeeeeeng aja mikirnya. Tapi paman mereka Yamawidura merasakan firasat buruk. Hati Yamawidura yang punya ketajaman membaca peristiwa yang belum tejadi merasa gelisah. Berasa ada yang gak beres… maka Yamawidura pun memanggil Kanana abdi kepercayaannya. Kanana lalu diperintahkan untuk menyelidiki bangunan Bale Sigala-gala sekaligus membangun terowongan rahasia dibawah Bale Sigala-gala. Terowongan dibuat sebagai secret emergency exit, jalan rahasia untuk melarikan diri bagi Pandawa jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di Bale Sigala-gala.  Bukan hal yang mudah untuk membut terowongan rahasia itu, tapi Kanana sanga abdi kepercayaan, berhasil membuatnya. Tak hanya itu, Yamawidura pun mewanti-wanti keponakan-keponakannya agar selalu waspada dant tidak hanyut terbawa hawa pesta hura-hura yang sudah disiapkan Kurawa.

Dan tibalah hari-H nya, pesta andrawina peresmian Bale Sigala-gala. Kurawa memang sudah terbukti mumpuni dalam urusan pesta pora makan minum hura-hura. Pesta kali inipun tidak kalah hebohnya dengan pesta-pesta Kurawa sebelumnya. Tak hanya hidangan dan arak saja yang mengalir tanpa henti, hiburan dan pentas pun silih berganti ditampilkan untuk menghibur semua tamu yang hadir. Semua itu dibuat bukan tanpa tujuan, suguhan kenikmatan dunia dibuat terus mengalir dan luber kemana-mana dengan maksud agar Pandawa terlena dan larut di dalamnya. Semakin Pandawa larut dan terlena, akan semakin hilang-lah kewaspadaan mereka, so makin mudahlah untuk menghabisi mereka.

Sampai sejauh ini berjalan mulus-kah  rencana jahat Sengkuni ? Gak jugaaaa… yang terjadi adalah Norak level Sepuluh sodara-sodara… Diluar Sengkuni, Duryudana dan Dursasana, seluruh warga Kurawa dengan mudahnya terhanyut dalam pesta-pora, teler beraaaat. Pesta yang direncanakan untuk melenakan Pandawa, membuat mereka mabuk dan tak sadarkan diri, justru dengan cepat malah menumbangkan para Kurawa dengan suksesnya.  Sedangkan Pandawa sendiri masih terlihat baik-baik saja dengan tingkat kesadaran yang prima.  Mangkel bener Sengkuni, gondok berat pula Duryudana dan Dursasana. Kebangeten banget deh sodara-sodaranya Duryudana itu, disuruh pura-pura mabok kok malah njebur mabok beneran….

Sengkuni, Duryudana dan Dursasana pantas merasa jengkel dan khawatir, mabok dan telernya para Kurawa tentu saja akan memperlambat jadwal eksekusi Bale Sigala-gala. Yang akan dilenyapkan bersama terbakarnya Bale Sigala-gala adalah Pandawa dan Kunti. Bukan Pandawa, Kunti plus Kurawa mabok…. Jadi dengan terpaksaa Duryudana memundurkan jadwal eksekusi untuk memberi waktu prajuritnya menggotong saudara-saudara-nya yang teler ke luar dari Bale Sigala-gala. Itupun gak bisa cepet-cepet, karena harus dilakukan tanpa menimbulkan kecurigaan pada pihak Pandawa. Gak kebayang rempongnya ngangkut seratus minus dua pemabok keluar dari arena pesta tanpa menimbulkan kecurigaan, hebat juga prajuritnya Duryudana ya… Singkat cerita, semua Kurawa mabok berhasil dikeluarkan dari arena pesta di Bale Sigala-gala. Lalu Sengkuni mempersilahkan Pandawa untuk beristirahat di kamar yang telah disediakan untuk mereka di bagian belakang pesanggrahan.

Tanpa diketahui oleh pihak Kurawa, ternyata Kanana telah berada di ruangan tersebut. Dengan singkat Kanana lalu menyampaikan pesan Yamawidura pada Pandawa, terutama pada Bima, agar tetap waspada dan siap melindungi ibu dan saudara-saudaranya. Kanana juga menunjukkan terowongan rahasia yang sudah dibuatnya, yang dimulai dari sebuah lobang di lantai kamar sampai ke bawah bukit yang aman. Jika terjadi bencana dan keributan, Pandawa harus segera melarikan diri melalui terowongan itu.

Dan benar saja, larut malam yang sepi di Bale Sigala-gala pecah oleh bunyi ledakan dan suara retasan api yang menjalar dengan cepat. Gala alias Jabung mempercepat proses terbakarnya bangunan pesanggrahan, sendawa dan gandarukem menciptakan ledakan-ledakan dahsyat yang merobohkan  tiang dan dindingnya. Tak memakan waktu lama, Bale Sigala-gala segera luluh lantak, hancur lebur dilalap api dan ledakan dahsyat. Sengkuni dan para Kurawa tersenyum puas. Merasa bahwa rencana jahat mereka telah sempurna terlaksana. Pandawa tidak mungkin selamat dari kebakaran besar di Bale Sigala-gala, ruangan tempat mereka beristirahat segera dikunci dari luar begitu Pandawa berada di dalamnya. Saksi utama pun telah dilenyapkan. Yak tul, sang arsitek Purucona pun sudah dilemparkan ke dalam api kebakaran oleh prajurit suruhan Duryudana. Ngenes ya ? udah capek-capek kerja, bukannya dibayar malah dibakar…

Keyakinan Kurawa akan kematian Pandawa dan Kunti makin tebal dengan ditemukannya 6 mayat di antara reruntuhan Bale Sigala-gala. 5 mayat laki-laki dan 1 mayat perempuan, pas bener dengan gambaran Pandawa lima dan Dewi Kunti. Tapi sebenarnya 6 mayat itu adalah jenazah 6 pertapa pengembara yang kebetulan mampir pada malam pesta di Bale Sigala-gala untuk mencari makanan dan tempat untuk menumpang tidur. Sekali lagi Kurawa tertipu oleh kesombongan dan kebodohan mereka sendiri. Karena sebenarnya Pandawa dan Kunti berhasil menyelamatkan diri dari bencana yang direkayasa Kurawa berkat kewaspadaan dan kecerdikan paman mereka, Yamawidura.

.

.

Dongeng Simbok : Petruk Dadi Ratu

Sebenernya agak berat juga sih nyeritain soal Petruk ini, abot gitu. Karena cerita yang berasal dari dunia pewayangan ini adalah jenis cerita carangan, alias kembangan, alias tambahan dari cerita utama mahabharata yang asli. Liat aja, mana ada tokoh Semar-Gareng-Petruk-Bagong di sinetron Mahabharata made in India yg tayang di tipi beberapa waktu yang lalu. Jadi bisa dibilang the Punakawans ini cerita tambahan produk lokal made in dalam negeri.
Nah berhubung ini cerita carangan, maka kisah ini tidak tertulis di buku induk Mahabharata. Dan dari gugling sana-sini, aku nemu beberapa versi yang agak berbeda. Gak banyak sih bedanya, beda-beda tipis aja gituuu…. Tapi sebenernya sih yang kulihat intinya sama, kisah ini isinya nyrempet-nyrempetlah sama omongan mas Lord Acton, bahwa power tends to corrupt, absolute power corupt absolutely. Serem yo ? qiqiqiqi…. Jadi ben ora medeni, aku ceritain berdasarkan apa yang aku tahu aja ya… Wich is yang dulu aku dengar dari dongengan pengantar tidur yang dituturkan ibukku saat aku masik cilik menthik, ehem….. Dan suwer-ewer-ewer, lewat penuturan ibuku, cerita ini menjelma menjadi cerita yang lucu sangaaaat. Tak bosan-bosan pula aku minta diceritain lagi, lagi dan lagiiii… Dongeng kaporitku lah wis…
Ewwww… tapi kalo aku yang nyeritain gak tau juga ya, bisa lucu juga atau malah jadi enggak lucu babar blas. Kayaknya sih enggak, tapi ben lah wis…. biarin aja. Gimana kalo malah jadi garing-kriuk-kriuk ? resiko ditanggung pembaca lah ya ? *krukupan wajan*.
Soooooooo….

Kocap-kacaritooooooo…. Negara Amarta sedang dalam kondisi morat-marit ora karu-karuan. Kekisruhan dan kriminalitas ada dimana-mana. Aturan hanyalah tinggal menjadi aturan diatas kertas. Penguasa yang seharusnya menjadi teladan malah sibuk dengan kepentingan pribadi serta golongannya sendiri aja. Gak mikirin kesejahteraan rakyat yang seharusnya menjadi tanggungg jawabnya. Sibuk menumpuk harta dan mengejar kesenangan dunia semata, manut karepe dewe wae. Sehingga negara berada di titik yang sangat jauh dari posisi toto tentrem kerto raharjo. Dan kalau sudah begitu, siapa yang ketiban pulung ? siapa yang ketiban sial paling parah ? lha ya rakyat lah…

Dan Petruk, sebagai seorang punakawan alias abdi alias pelayan alias rakyat kecil yang ketiban diinjek-injek melulu, tentu saja lama-lama merasa geram dan ora trimo. Lalu dengan nekatnya Petruk nyolong jimat sakti Kalimasada milik penguasa Amarta yang tak lain adalah Pandawa yang juga bendoro, majikannya sendiri itu. Soooo… pegang jimat sakti, je…. jadi sakti juga dong si mas Petruk ini. Dan dengan level kesaktian yang meroket berkat jimat Kalimasada itu Petruk lalu mengobrak-abrik tatanan korup yang sedang merajalela di Amarta. Sukses besar dong….

Keluar sebagai pemenang, Petruk lantas mendudukkan dirinya sendiri di singgasana raja di kerajaan Amarta. Berhubung sudah madeg dadi ratu, Petruk merasa berhak mendapat nama dan gelar baru. Nama baru yang dipilih adalah Prabu Kantong Bolong. Dan awas kalo berani ngetawain nama besar sang Prabu, bisa kuwalat you know…. etapi ada juga yang mengisahkan bahwa setelah menjadi raja, nama Petruk berubah menjadi Prabu Tongtongsot Belgeduwelbeh…. Gak kalah ancur juga yak ? mbuh wis, qiqiqiqi….

Begitulah, jalan cerita membawa Petruk yang tadinya seorang abdi, berubah posisi seorang raja yang berkuasa penuh dan punya jimat sakti mandraguna bernama jimat Kalimasada. Tapi sayangnya, as Lord Acton said, power tends to corrup. Setelah memegang kekuasaan, ternyata dengan cepat perilaku Petruk pun mulai berubah. Sang mantan abdi ini bersikap tak jauh beda dari penguasa yang sudah dilengserkannya dahulu, petantang-petenteng, adigung-adiguna, mikir butuhe dewe, berlaku sak karepe dewe.

Semar yang dari awal sudah tidak menyetujui tindakan Petruk menjadi gerah. Tapi ksatria manakah yang bisa mengalahkan sang Prabu Kantong Jebol, eh Kantong Bolong ? Dengan jimat Kalimasada di tangan, jangankan para ksatria, para Dewa pun jiper dibuatnya. Namun Semar yang memahami apa dan bagaimana Petruk, menemukan akal bagaimana carannya mengalahkan sang Prabu newbie ini. Bukan ksatria berilmu tanding yang tinggi, atau senjata nuklir dengan teknologi terbaru yang dikirim *etdah ngawurnya*. Tapi Bagong lah yang dikirim. Yak betul, Bagong, buntutnya para punakawan yang tidak punya bodi jago berantem sama sekali-lah yang diutus untuk menumpas kejahilan sang Prabu Kantong Bolong.

Jika yang nongol adalah para ksatria gagah perkasa yang siap tanding, tentu saja Prabu Kantong Bolong akan segera memasang kuda-kuda siap tempur. Jangankan nyenggol, mendekat dalam radius beberapa meter saja para ksatria itu tidak akan mampu. Tapi karena melihat yang mendekat adalah Bagong yang jalannya saja eglang-eglong, Sang Prabu merasa tidak perlu memasang sikap waspada. Toh Bagong juga tidak membawa senjata atau pusaka apapun. Sehingga akhirnya Bagong pun bisa mendekati sang Prabu sampai jarak yang bisa tergapai tangan.

Dan memang benar, Bagong tidak membawa senjata apapun. Karena satu-satunya senjata yang akan digunakannya untuk mengalahkan sang Prabu adalah kedua belah tangannya saja, kosong tanpa pedang, golok, sangkur, Uzi, M16 ataupun AK-47. Lalu apa yang dilakukan oleh Bagong dengan kedua tangan kosongnya itu ? Mengitik-itik sodara-sodaraaaa, menggelitiki !! Segera saja jari-jari Bagong melancarkan aksi menggelitik badan sang Prabu dengan hebatnya. Tak menyangka akan mendapat serangan jurus itik-itik, segera saja sang Prabu kehilangan kemampuannya untuk melawan. Ampun Bagoooong, wuixixixixi…. Sudah Bagooooong, jiyahahahah….. Kapok Bagoooooong, wuekekekek….. uwiiiiiiiiiiiiiissss, ampuuuuuuuuuuuuuuuun, huwahahahah…. enggak lagi-lagiiiiiiiiiiii…… tobaaaaaaaaaaaaaat… wkwkwkwkwkwkwkwk….. Gedusraaaaaaaag, akhirnya sang Prabu Kantong Bolongpun menyerah kalah….

Dan demikianlah kisah Prabu Kantong Bolong aka Petruk Dadi Ratu yang bisa aku ingat dari penuturan dongeng ibuku. Ada sebagian orang yang menerjemahkan jimat Kalimasada dalam kisah ini sebagai amanah dari rakyat. Pusaka yang sejatinya berasal dari rakyat jelata, diserahkan pada para penguasa agar mereka bisa menjalankan fungsi dan tugas mereka untuk mengayomi dan mensejahterakan rakyat. Jika mereka tidak bisa menjaga jimat itu, dan tidak bisa menggunakannya dengan baik dan benar, maka jangan heran kalau pusaka itu diambil kembali oleh rakyat, sehingga sang penguasa akan kehilangan legitimasi dan kekuatannya.

Ewwwww…. seriyus bener ini endingnya, qiqiqiqi….

Well, akhirnya Amarta kembali pada tatanan lama yang tentram dan damai. Pandawa kembali memegang kekuasaannya, tentu saja dengan kesadaran baru yang didapat dari hikmah ontran-ontran Petruk dadi Ratu. Sedangkan sang mantan Prabu Kantong Bolong, kembali pada posisinya semula sebagai Petruk, abdi yang hepi, bebas dari kewajiban puyeng tiap hari gara-gara mikirin urusan negoro, heheheh….

peace ah !! :))

note :

– Dalam bahasa jawa, Ratu bisa diartikan sebagai Raja, jadi maksudnya bukan istri raja, atau raja perempuan, bukan pula duo penyanyi yang hitsnya Aku Baik-Baik Saja itu *kumat nggladrahe*
– Dan kalau ada koreksi yang ingin disampaikan silahkan saja yaaaa….

Dongeng Simbok : Sukrasana – Sumantri

Bingung antara pengen ngaso-hibernasi-cuti atau terusin ngeMPi….

Nyoba pengen ndongeng lagi aja, tapi mohon mangap, nuwun sewu dulu ya, kalau ada salah-salah kata or salah-salah cerita, soalnya modal dasar cerita ini adalah memori jaman dahulu kala waktu masih baca majalah si Kuncung dulu, plus tanya-tanya dikit ke mbah gugel.

Wis rebat cekap alias tun je poin, alkisah jaman dahulu kala ada seorang satria tampan, jagoan lagipula pintar bernama mas Boy, eh… Bambang Sumantri. Ia mempunyai seorang adik yang secara fisik sangatlah berlain dengan sang ksatria tampan. Sang adik yang bernama Sukrasana berwujud bajang alias raksasa kecil yang wajahnya sangatlah jauh dari standar tampan versi industri hiburan dan agensi periklanan *omongopotoiki*. Tapi jangan salah ya, walaupun rangking ketampanan Sukrasana jauh berada di bawah sang kakak, tapi kesaktian Sukrasana berada satu level diatas kakaknya. Mereka melewatkan masa kanak-kanak dan tumbuh besar bersama sebagai dua bersaudara yang saling mengasihi.

Sampai pada suatu hari Sumantri berniat mewujudkan cita-citanya untuk mengabdi pada seorang raja yang lebih sakti daripada dirinya sendiri. Pilihannya adalah Raja Arjunasastrabahu di negara Maespati. Oleh sang Raja, Sumantri diperbolehkan mengabdi padanya dengan syarat mampu merebut dewi Citrawati yang pada saat itu memang tengah diperebutkan oleh beberapa kerajaan untuk dijadikan istri oleh sang Raja.

Singkat cerita, dengan berbekal pusaka sakti Cakrabaskara, Sumantri berhasil memboyong Dewi Citrawati dan menumpas raja-raja saingannya, sakti tenan to ? Bambang Sumantri je…. Tapi mungkin karena hal itu pula, mas Sumantri ini sepertinya jadi merasa agak besar kepala, dan merasa bahwa dia pun bisa mengalahkan sang Raja Arjunasasrabahu himself. Kan enak juga to, kalau dia sendiri yang jadi raja dan mempersunting Dewi Citrawati yang cantik jelita sebagai permaisuri ? Daripada seumur-umur cuma jadi orang suruhan, sekali waktu boleh dong naik pangkat jadi raja…. Wis to, pokok’e kekuasaan dan kecantikan memang bisa bikin ileran…

Hingga akhirnya Sumantri nekat menantang tempur Raja Arjunasasrabahu …. dan hasilnya ? Senjata Cakrabaskara milik Sumantri memang bisa menghancurkan kereta perang sang Raja, tapi sang Raja sendiri ? No way… Arjunasasrabahu yang konon katanya adalah satria titisan Bhatara Wisnu, ternyata tak tersentuh sedikitpun oleh senjata Cakrabaskara. Bahkan kemudian sang Raja ber-tiwikrama dan menjelma menjadi seorang raksasa yang sangat besoooooaaaar….sebesar gunung.. Takluk dan mengaku kalah lah Sumantri.

Tapi Arjunasasrabahu masih mau memaafkan bawahannya yang lancang itu dengan satu syarat, yaitu Sumantri harus bisa memindahkan taman Sriwedari dari Kahyangan ke kerajaan Maespati. Alamaaak… susah kali… begitu mungkin keluh derita batin Sumantri. Nyolong taman milik para dewa gitu lho… mana ada kontraktor pertamanan yang mau dan mampu melaksanakannya.

Akhirnya terbengong-bengonglah Sumantri menyesali kesalahan dan juga meratapi hukuman akibat kesalahannnya itu. Saat sedang khusyuk dengan kebengongannya itulah, Sumantri bertemu kembali dengan Sukrasana sang adik. Sekian lama ditinggal, ternyata Sukrasana tidak kuat menahan kerinduan pada kakaknya tercinta, hingga akhirnya Sukrasana pun berangkat pergi menyusul Sumantri.

Tentu saja Sukrasasana tidak tega melihat kesedihan kakaknya itu, dengan pusaka sakti miliknya yang bernama Chandabirawa akhirnya taman Sriwedari bisa berpindah lokasi ke kerajaan Maespati. So, hilang sudah gelisah hati Sumantri…. tugas sudah terlaksana dengan sakses gilang gemilang sesuai perintah sang Raja.

Maka bergegaslah Sumantri ingin segera melaporkan keberhasilannya itu pada Raja Arjunasasrabahu. Sementara itu Sukrasana yang lagi seneng-senengnya bertemu kembali dengan kakaknya, tidak mau ditinggal pergi begitu saja… “Aku eyu kakang…”, aku melu kakang, aku ikut kakang… katanya merengek dan menghiba dengan suara bajangnya yang cedal.

Tapi Sumantri khawatir bentuk dan rupa raksasa cebol Sukrasana akan menimbulkan ketakukan dan kehebohan di Maespati, hingga Sumantri melarang Sukrasana ikut. Diam dan sembunyilah disini saja dek, begitu mungkin bujuk Sumantri. Tapi Sukrasana yang sudah menempuh perjalanan yang jauh dan sulit demi bertemu dengan Sumantri berkeras tidak mau ditinggal. Pokok’e “aku eyu kakang…”

Kesal akan sikap keras kepala Sukrasana, dan juga khawatir akan reaksi penduduk Maespati atas buruk rupa adiknya, akhirnya Sumantri mengeluarkan panahnya. Menarik busur dan membidikkan anak panah tepat ke arah Sukrasana dengan niat untuk menakut-nakuti…. hanya untuk menakut-nakuti….

Namun mujur tak dapat diraih malang tak dapat ditolak….. langit menyaksikan bagaimana akhirnya anak panah Sumantri benar-benar melesat, menembus dan mencabut nyawa Sukrasana.

“kakang Anti…. Aku eyu kakang….”

Menciptakan takdir seorang kakak yang membunuh adik yang sangat mencintai dan dicintainya, hanya karena buruk rupa sang adik…

“Aku eyu kakang….”

sedangkan buruk rupa hanyalah standar tak penting yang ditetapkan hanya berdasarkan apa yang tampak oleh mata, bukan hati…..

dan tinggallah Sumantri tenggelam dalam duka serta penyesalan yang dalam…..

 

 

sumantri-sukasrana

Dongeng Simbok : Ha na ca ra ka

Kemarin di radio ndengerin obrolan soal aksara Jawa, jadi keinget salah satu dongeng pengantar tidur waktu aku masih bocah doeloe…. Iya, dulu Ibukku sering bercerita tentang berbagai dongeng dan legenda daerah, salah satunya ya kisah tentang asal muasal aksara jawa itu.

Memang tidak ada bukti otentik yang bisa mendukung validitas, halah pyuh-pyuh-pyuh…ngomong apa siiiiiiy… Wis, pokoknya memang nggak ada bukti kuat bahwa aksara jawa memang bersumber dari kejadian dalam kisah itu. Tapi aku kok jadi kepingin posting tentang legenda itu ya ? Gara-gara inget indahnya jaman masih dapet jatah dongeng pengantar tidur dari Ibuk ? mungkin… Atau mungkin juga karena dorongan rasa bersalah sebagai orang Jawa yang gagal total men-Jawa-kan anak-anaknya sendiri, wkwkwkwkwk…….

Wis ah, bek tu topik… Menurut dongeng, aksara Jawa bermula dari kisah seorang pendekar sakti yang bernama Ajisaka yang mempunyai dua orang punggawa bernama Duro dan Sembodo. Dan seperti berbagai kisah pendekar lainnya, mas Ajisaka ini juga mempunyai sebuah senjata pusaka yang bernama Sarutama.

Suatu hari Ajisaka ingin pergi mengembara menjelajah dunia, pendekar gitu lhoo…. dan mungkin karena takut ilang dan males berurusan ma bagian lost n found, maka Ajisaka memutuskan untuk pergi tanpa membawa pusakanya. Tapi mosok pusaka kok ditinggal prung begitu saja, kan nggak sopan tuh. Maka Ajisaka menugaskan salah seorang punggawanya untuk menjaga pusaka tersebut. Tapi maap aku lupa punggawa yang mana yang kebagian jaga pusaka, mana yang kebagian diajak jalan-jalan, maap yaaaa…… *pendongeng minta dijitak*.

Pada punggawa yang ketiban tugas jaga pusaka, Ajisaka berpesan bahwa pusaka itu hanya boleh diambil oleh Ajisaka sendiri, tidak ada perwakilan, tidak ada atas nama, tidak ada on behalf dan juga tidak ada QQ. Hanya Ajisaka seorang dan cuma Ajisaka sendiri yang boleh ambil, paham ?! paham doooong… punggawa bersertipikat je…. *tukang dongeng tambah ngawur*

Maka dengan hati riang Ajisaka melaksanakan niatnya untuk berkelana… Dalam aku berkelana, tiada yang tahuuuu…. *ups, lagu bang Hadji dah*. Sampai suatu saat Ajisaka sampai di negeri yang bernama Medhangkamulan yang diperintah oleh Raja bernama Prabu Dewatacengkar. Tapi begitu memasuki wilayah negeri itu, Ajisaka langsung merasa heran, negeri kok sepiiiiiiiiiiiii banget, nggak ada keria-an sama sekali, sepi nyenyet deh…

Berdasarkan informasi yang didapat, ternyata ke-nyenyet-an itu ternyata bersumber dari kebiasaan sang raja yang hobi makan daging manusia, hiiiiiy…. Gimana nggak sepay, kalau tiap hari sang raja mengandalkan pasokan daging manusia dari rakyat di negaranya sendiri ? Dithitili, dimakan tiap hari kan lama-lama menipis juga stok-nya. Yang belum sempat di-emplok sang raja pun dah kabur ketakutan, lari bersembunyi.

Merasa geram pada kebengisan dan kezaliman sang raja, akhirnya Ajisaka berniat untuk mengakhiri pesta pora daging manusia tersebut. Ajisaka akhirnya nantangin sang raja dan berkata bahwa dia bersedia menjadi santapan sang raja asalkan sang raja mau menyerahkan tanah kerajaannya, dan tanah yang diminta itu ‘hanya’ seluas ikat kepala Ajisaka saja. Kecil dong ya ? pasti itu juga yang dipikirkan oleh Prabu Dewatacengkar,. Langsung saja sang raja meyanggupi permintaan Ajisaka itu.

Tapiiiiiiiiiii….. begitu di-jembreng dan ditarik oleh sang raja, ternyata ikat kepala Ajisaka itu molor dengan suksesnya. Molor jadi makin lebar maksudnya ya, bukan molor yang trus jadi ngiler bin ngorok…. *keterangan gak penting*. Makin ditarik, makin molor-lah ikat kepala itu, hingga sang raja harus terus mundur, mundur dan mundur sampai ke tepi laut. Begitu sang raja sudah mepet ke laut, Ajisaka lalu mengibaskan ikat kepalanya itu sehingga sang raja terlempar ke laut dan berubah menjadi buaya putih. Dan begitulah kisah bagaimana Medhangkamulan akhirnya mendapatkan raja baru bernama Ajisaka.

End of story ? belooooooooom….. Berhubung sudah madhep manteb dan mapan sebagai raja, Ajisaka lalu memerintahkan punggawanya yg ikut berkelana ( kalo nggak Duro ya Sembodo ) untuk mengambil pusaka yang dititipkan pada punggawa yang satunya lagi ( kalo nggak Duro ya Sembodo ). Kesalahan yang fatal…

Dua punggawa itu benar-benar punggawa elit, benar-benar patuh, taat lahir batin. Yang satu dipesan untuk TIDAK menyerahkan pusaka pada orang selain Ajisaka, sedangkan yang satunya diutus untuk MENGAMBIL pusaka dari tempat penyimpanannya. Dua-duanya sama-sama ngotot demi suksesnya pelaksanaan tugas masing-masing, merdeka…. *haiyaaaaaaaah*. Ndak ada yang mau mengalah, akhirnya mereka berdua saling menyerang dan bertempur sampai titik darah penghabisan, tewas deh dua-duanya…..

Nasi sudah keburu jadi bubur, Ajisaka akhirnya harus kehilangan dua punggawa terbaiknya gara-gara salah penerbitan surat perintah. Dan untuk mengenang dua punggawa jempolan itu, Ajisaka menuangkan kisah tragis mereka dalam deretan hurf-huruf yang berbunyi

Ha Na Ca Ra ka
ada dua utusan
Da Ta Sa Wa La
berselisih pendapat
Pa Dha Ja Ya Nya
sama-sama saktinya
Ma Ga Ba Tha Nga
(akhirnya) sama-sama jadi mayat
kalau mau dilihat, bentuknya seperti ini :

gambar dari : nindityo.wordpress.com

Sekian dulu deh dongeng ala Simbok, udah cape ngetik, dan semoga ndak ada yang protes dengan cara simbok ngecuprus… *lap kringet*.
mbesok2 Insya Allah disambung dengan cerita yang lain, soalnya aku memang udah berniat share dongeng2 dari negeri sendiri. Niat nguri-uri budaya negeri sendiri gitu lhooo… Kalau bukan kita, siapa lagiiii ? ya tooooooooooo ? Merdeka !!

eh, kalau ada yang mau nambahin atau ngoreksi, silahkan saja lhooooo…..
matur nuwuuuun…