ngebut-lah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
semakin ngebut semakin dekat kepada Tuhan
Itu tweet yang sempat kulihat muncul di wall fesbuk-ku . Mules, itu reaksi pertama-ku. Isi-nya jelas ngawur, dan menurutku berasa banget ada niat untuk mengambil kesempatan eksis di tengah musibah, sungguh sangat menyebalkan. Kalau waktunya diganti ke minggu lalu, saat berita duka kecelakaan sang uztad belum menyita perhatiaan kita, kalimat itu bakal dianggap cukup menarik untuk dikicaukan gak ? Lalu aku cuma bisa komen “Lagi ada musibah kok yo ngambil kesempatan biar ( dianggep ) lucu… ngono yo ngono ning yo ojo ngono to maaaaas, mas....”
Sebenernya ada apa sih dengan kita ? Bisa bikin orang lain ketawa memang menyenangkan, bisa bikin rame di dunia maya sepertinya juga sudah menjadi kebutuhan banyak orang. Tapi apakah alasan-alasan itu cukup berharga bagi kita untuk kemudian melupakan etika ? Okelah, tawa bisa menjadi obat mujarab untuk mengurangi rasa sakit, tapi apakah musibah yang sedang menimpa orang lain lalu bisa kita jadikan bahan lelucon ? Apa enaknya kita ngetawain sesuatu sementara ada orang lain sedang menangis karena hal yang sama. Sakit itu sih kalo aku bilang…. Sudah berkali-kali aku hapus gambar-gambar gak pantas dari socmed-ku, gambar-gambar norak yang maunya dianggap lucu, tapi dibuat dari rekayasa foto-foto suatu musibah. Lelucon gak pantes pun pernah membuatku keluar dari bbg yang aku ikutin, lha mosok musibah kok dijadiin bahan banyolan. Tapi teteeeep aja, tiap ada musibah, kok yo masih ada aja yang tega menmanfaatkannya jadi bahan banyolan gak mutu babar blas….
Dan bukan hanya gambar musibah yang direkayasa saja yang bikin keningku berkerut, tapi juga gambar yang mungkin maksudnya adalah untuk memancing tawa, tapi malah bikin usahaku pake krim anti-aging jadi sia-sia *eaaaaaa*. Seperti gambar ini nih :
beginikah cara kita memperlakukan orang tua ? meskipun itu bukan orang tua kandung, tapi apakah kita bisa trus seenaknya saja mengabaikan hak mereka sebagai orang yang lebih tua untuk dihormati ? Dan seingatku Nabi pun mengajarkan kita untuk menghormati orang tua, bahkan dengan ajaran untuk tidak berjalan di depan/mendahului mereka. Merasa terburu-buru dan gak sabaran ? ya permisi kek, setidaknya jangan membuat mereka merasa sebagai penghalang yang merepotkan bagi kita. Jangan lupa, kalau Allah mengijinkan, suatu hari kita pun akan menjadi orang ( yang ) tua. Seneng gak kalo saat kita tua nanti, saat segala kenikmatan dan kemampuan masa muda kita diambil satu persatu karena umur, kita lalu dijadikan bahan banyolan ? Nyaris sama dengan menjadikan ‘musibah’ orang lain sebagai bahan lelucon bukan ?
Beberapa waktu yang lalu aku membaca berita tentang teguran KPI kepada sebuah acara live di tipi yang menjadikan
orang tua sebagai obyek lucu-lucuan. Ceritanya para host memanggil salah satu pemirsa live mereka yang kebetulan sudah berumur, dan entah karena otak dengkul mereka yang gak nyampai untuk bikin lelucon yang cukup cerdas, mereka lalu menjadikan orang tua yang mereka panggil naik panggung sebagai bahan bulan-bulanan, dengan menggunakan sebutan-sebutan yang merendahkan untuk memancing tawa penonton.
Host-nya salah ? buat aku sih jelassss, panteslah kalau mereka kena semprit KPI…. tapi mengapa mereka melakukan itu ? karena ternyata ada yang TERTAWA sodara-sodara…. Jadi, siapa sebenernya yang sakit ? gak cuma produsen leluconnya saja kan ? konsumen-nya ada je… karena produksi akan berhenti kalau sudah tak ada lagi yang mau mengkonsumsi. Jadi, yuk mari kita hentikan wabah menyebalkan ini. Mulai dari diri kita sendiri, jadilah konsumen lelucon yang cerdas. Jangan ikut bersorak dan-atau ikut nyebar lelucon dan gambar-gambar yang sakit. Hari gini gitu lho… siapa sih yang gak kena sambar socmed, plus socmed kan tools paling juara untuk urusan sebar-menyebar.
Tertawa itu sehat jendraaaal…
Tapi tertawa diatas penderitaan orang lain itu namanya sakit kopraaaaaaaaaal…..