Fachri dan Les Piano

Sebagai bagian dari terapinya, Fachri ikut les drum dan juga piano. Alhamdulillah sejauh ini perkembangannya cukup baik, untuk ukuran emaknya lah at least, hihihi…. Untuk urusan drum simbok angkat tangan aja deh, kagak punya pengalaman pukul-pukul drum. Jaman kecil dulu jangankan gebug drum, pukul bedug masjid deket rumah aja kagak pernah… takmirnya galak euy. Tapi kalau untuk piano, dikit-dikit aku taulah. Jaman dahulu kala pernah ngerasain belajar keyboard, walaupun hasil akhirnya masih jauh dari level pemain organ tunggal kondangan. Paling enggak masih bisa lancar baca not balok kunci G. Modal banget deh buat nemenin bocah ngerjain PR les piano-nya.

Untuk les piano ini, ada guru yang dipanggil ke rumah.  Sulit nemu tempat kursus resmi yang buka kelas khusus untuk anak autis. Di Jakarta mungkin banyak, tapi di area Bekasi masih susah. Pertimbangan lainnya adalah tujuan utama Fachri les piano memang bukan untuk membuat ntu bocah jadi pianis, tapi lebih ke terapi untuk membantu tumbuh kembang Fachri. Jadi gak perlulah ujian-ujian dan ijasah resmi seperti yang biasanya ada di tempat-tempat kursus musik formal.

 

20171021_141534.jpg

 

Saat ini Fachri belajar piano menggunakan buku Lina Ng, Piano Lesson Made Easy.  Dengan kemampuan komunikasi Fachri yang masih terbatas, buku Lina Ng sangat membantu Fachri dengan kesederhanaan pelajaran, dan tampilannya yang cukup atraktif. Emaknya pun juga terbantu, tidak harus keponthal-ponthal saat nemenin belajar, masih bisa ngikutinlah, pelan-pelaaaaan.

 

20180626_085047.jpg

 

Selain buku praktek piano, ada juga buku teori-nya. Sangat membantu Fachri untuk belajar membaca not balok. Tantangan belajar not balok adalah satu not balok  melambangkan lebih dari 1 pesan, ada nada dan ketukan. Lumayan berat juga untuk memberi pemahaman pada  Fachri, dengan kemampuan komunikasinya yang masih tertinggal jika dibandingkan dengan anak-anak seumurnya. Perlu pengulangan dan latihan berkali-kali. Saat ini belajar bersama Fachri bisa diibaratkan dengan mengukir batu dengan tetesan air, pelan-pelan dan butuh kesabaran, tapi tetap akan memberikan hasil meskipun memakan waktu lebih lama, alhamdulillah, aamiiiin….

 

 

 

.

Pekan Budaya SD Melati Indonesia

Ada banyak cara untuk memperkenalkan aneka budaya Indonesia pada anak-anak. Salah satunya adalah melalui Pekan Budaya Indonesia yang diselenggarakan di Sekolah Melati Indonesia mulai tanggal 19 sampai 24 Pebruari 2017. Menarik kalau menurutku sih, dengan pekan budaya ini anak-anak diajak melakukan aktivitas yang langsung berkaitan dengan budaya Indonesia. Tidak hanya sekedar membaca uraian mengenai budaya Indonesia melalui buku saja.

Setiap kelas mendapat satu tema khusus berdasar salah satu budaya suku bangsa di Indonesia. Kelas Fachri kebetulan mendapat jatah Budaya Bali. Jadi deh satu kelas plus guru dan emak-emaknya sibuk mendekor kelas dengan nuansa Bali. Emak-emak kok ikut sibuk ? Ya iya dong deh… namanya juga emak-emak, hahaha…. Tapi memang diperbolehkan dengan syarat anak-anak tetap dilibatkan. Dan dekor pun disyaratkan menggunakan barang-barang daur ulang.

 

 

 

 

Selama pekan budaya berlangsung kegiatan belajar tetap berjalan. Hanya ada beberapa penyesuaian waktu untuk beberapa kegiatan lomba seperti lomba literasi, lomba fashion show, lomba mewarnai dan lomba memasak yang mengangkat budaya sebaga temanya.

Lomba mendongeng cerita daerah

 

 

Lomba mewarnai

 

 

Lomba fashion show, Fachri ikut dengan kostum den bagus jowo, hehehe…

 

 

Lalu ada lomba memasak masakan daerah, untuk yang satu ini jelas melibatkan para emak lah ya, hehehe…

 

 

 

 

 

Dan sebagai puncak acara, pada hari Sabtu 24 Pebruari 2017, diselenggarakan pentas seni. Masing-masing kelas menampilkan tarian dari daerah yang diwakili. Jadi deh tuh, Fachri kebagian peran sebagai penari Bali.

 

 

screenshot_20180225-203451520962609.jpg

 

 

 

 

.

He Did It

Sependek yang aku tahu, anak-anak autis tidak menyukai bahkan bisa sangat terganggu dengan suara-suara keras. Jangankan suara berdentum, dengung AC  yang agak keras saja sudah bisa membuat Fachri merasa tidak nyaman dan gelisah. Perlu waktu dan latihan berbulan-bulan agar Fachri tidak lari terbirit-birit saat ada blender atau mixer dinyalakan. Hand dryer di mall pun pernah menjadi monster menakutkan untuk Fachri, hanya karena suara dengungnya.

Jadi saat melihat Fachri tampil di konser kemarin… gimana ngomongnya ya, hahaha… jadi bingung dewe… it’s a kind of magical moment. Walaupun bukan konser gede-gedean ala festival rock level internasional *etdah*, konser kemarin menggunakan sound system yang lumayan jeger efek suaranya. Bikin penonton  tidak bisa ngobrol normal kalau mau didenger suaranya, harus teriak-teriak macam ngobrol sama bang Bolot yang lagi pake headset.

Takjub juga kalau ingat bagaimana Fachri bisa bertahan di venue saat menunggu gilirannya tampil. Sementara beberapa seniornya bergiliran tampil dengan gebugan drum yang serius sempet bikin emaknya jantungan, hahaha… and then, saat nama Fachri dipanggil untuk tampil, mencelos rasane ati… Ya Allah, bantu dan lindungi anakku…

Fachri naik panggung ditemani guru les-nya hanya sampai duduk di belakang drum set. Saat gurunya turun, reflek Fachri menutup kedua daun telinganya dengan tangan yang masih memegang stick drum. Kebiasaannya saat takut mendengar suara keras… Saat itu pengen rasanya lari ikutan naik panggung, n told him that everything is gonna be OK. Alhamdulillah enggak jadi sih, kasihan bocahnya lah ya, ketauan punya emak lebay gitu, hahaha….

Berkat latihan-latihan di tempat les, Alhamdulillah Fachri bisa mengatasi rasa takutnya dan menyelesaikan lagunya dengan baik. Lagu paling dasar untuk belajar drum. Dan emaknya terjebak dilema antara pengen mewek atau jingkrak-jingkrak bahagia macam rocker Euis Darliah nyanyi lagu Apanya Dong… kagak kenal Euis Darliah ? Gapapa sih, tapi mulai sekarang panggil eike pake sapaan “Bu” ya, wkwkwk…

Bagi beberapa orang, bocah tampil di event konser sekolah musik adalah hal yang biasa. Tapi buatku dan Fachri, ada cerita panjang, usaha keras dan berkah Allah yang sangat luar biasa disana.
Alhamdulillah….

 

 

#autism #autismboy #my_sonshine

Tentang Rencana Tuhan

Kadang aku emang kebangetan cengengnya… mataku tiba-tiba aja basah saat melihat salah satu murid SMP di Sekolah Melati Indonesia, sekolah inklusi di Bekasi tempat Fachri belajar. Biasanya anak-anak di usia SMP sudah mulai terlihat sok-sok cool. Gayanya pun kadang bisa bikin emak-emak kayak aku ini terjebak dilema antara pengen ngakak dan ngelus dada. Tapi tidak dengan anak yang kulihat siang itu. Si bocah SMP ini terlihat sibuk bertepuk tangan dan mengibas-kibaskan tangannya sendiri, pancaran wajahnya pun terlihat agak kosong…. Ya, bocah berseragam pramuka itu adalah anak berkebutuhan khusus, tak perlu waktu lama bagiku untuk menyadari hal itu.

Lalu aku inget anakku sendiri, lalu anak-anak yang kutemui saat menemani Fachri terapi, juga remaja bertampang bocah yang sering kulihat berkeliaran tak jelas di kampung sebelah rumah… dan seperti orang yang belum pernah kenal Tuhan, berhamburan berbagai macam pertanyaan atau malah mungkin gugatan muncul di kepalaku. Apa yang terjadi kelak jika mereka sudah dewasa ? bagaimana mereka bisa mandiri ? untuk apa Tuhan menghadirkan mereka ?

Lalu tiba-tiba saja ada denting bel di kepalaku, mengingatkanku tentang tulisan yang pernah kubaca tentang ‘perjodohan’ ajaib antara cicak dan nyamuk. Perjodohan dalam hal memangsa maksudku, bukan perjodohan ala Siti Nurbaya dan Datuk Maringgih *disambit rendang sekilo*. Cicak adalah binatang yang nemplok di tembok, gak bisa terbang, gak bisa loncat, gak bisa ginkang ala sun go kong *sambiiit, sambiiiiit*. Sedangkan nyamuk adalah binatang tengil kecil yang kerjanya terbang kesono-kesini semaunya sendiri.

Tapi mereka adalah pasangan pemangsa dan yang dimangsa. Siapa yang menciptakan nyamuk sebagai makanan cicak ? siapa yang mendatangkan nyamuk pada cicak sehingga bisa hap lalu dilahap ? Cicak gak punya jaring lho, gak punya semprotan nyamuk, gak punya raket nyamuk juga… *etdah mbok*. Tapi Tuhan sudah menyediakan rizki untuk setiap makhluk-Nya di dunia ini. Yang diotak manusia ora nyambung pun bisa nyambung-nyambung saja kalau Allah yang menghendaki. Cicak nemplok di tembok, nyamuk terbang di awang-awang ? tetep bisa hap lalu dimakan kan ? no problem-lah itu.

Jadi ? untuk apa aku sibuk mempertanyakan rencana Tuhan ? emang siapa gue ? nangkepin nyamuk buat cicak aja gue kagak bisa…

Sebagai orang tua tentu saja aku harus berusaha sebaik mungkin menyiapkan bekal anak-anak ke depannya nanti. Karena semua orang juga tahu, umur manusia ada expired date-nya. Anak-anak adalah amanah bagi setiap orang tua. Tugas orang tualah untuk membesarkan dan mendidik mereka agar siap menghadapi masa depan. Tapi mempertanyakan apa yang akan terjadi nanti di masa depan, setelah tanggal jatuh tempo orang tua datang, rasanya sudah bukan kuasa kita lagi. Itu sudah masuk wilayah kekuasaan Allah..

Jadi ? eh kok jadi lagi to ?
Wis pokok’e seperti ajaran guru-ku yang pinter, cantik dan juga lucu, bu Rini. Berusahalah sebaik mungkin menjaga dan merawat amanah yang sudah dipercayakan Allah pada kita, berusaha semampu kita untuk mempersiapkan masa depan mereka. Lalu selebihnya serahkan pada Allah. karena Allah lah sebaik-baik penentu, sebaik-baik penolong….

Masih cengeng ? ya masihlah, tapi yang penting kan pikiran sudah lempeng, tidak pating clekunik lagi, tidak kebanyakan tanya lagi *sibak kudungan*.

Dan airmata seringkali perlu untuk mengingatkan betapa kecilnya kita dan betapa berkuasanya Allah. Seperti itu… *princess syahrini style*

.

wpid-dsc_04422.jpg.jpeg

.

Buku Baguuuusss….

Bulan kemarin, dari hasil gugling sana-sini aku nemu ulasan sebuah buku yang berjudul Tumbuh di Tengah Badai karya Herniwatty Moechiam. Langsung tertarik deh daku. Gimana enggak, buku ini bercerita tentang pengalaman dan perjuangan seorang ibu yang mempunyai anak berkebutuhan khusus, mulai dari masa kanak-kanak hingga si anak bisa masuk perguruan tinggi negri yang sohor di Jogja sono. Wah, langsung semangat deh cari info soal dimana aku bisa beli buku itu.

Melihat tahun penerbitannya, aku merasa lebih baik gerilya mencari buku itu via online. Kalaupun gak ada yang baru, yang second pun ga papa deh, asal kondisinya masih layak baca alias bukan kondisi dedel duwel cerai berai *etdah lebay-nya*.  Awal gugling aku sudah mulai merasa kayaknya gak bakalan dapet yang baru deh, dari beberapa lapak yang kukunjungi, status stok-nya abis muluuuu. Bahkan pernah di-refund gegara sudah transfer ternyata stok gak ada, hiks… maklum juga sih, secara itu buku terbitnya tahun 2009, dan bukan termasuk jenis buku yang dibutuhkan semua orang. Kalau udah abis dan ga dicetak ulang ya wis lah, trimo cari yang second aja.

So sambil terus intip sono-sini, aku juga pasang status di facebook, siapa tahu ada kontak yang bisa berbagi info soal buku itu. Dan Alhamdulillaaaaaaaaaaaaaaah… di tengah keputus asa-an kagak dapet mulu, lha kok tiba-tiba tu buku dateng sendiri, eh gak ding dianter abang ekspedisi lah… *penjelasan gak penting*. Wis pokoknya tu buku ujug-ujug aja udah nangkring di meja di rumahku, waaaaah hatiku gembira serasa melayang di udara dah…. Padahal aku merasa belum pernah deal ataupun melakukan transfer pembayaran ke online shop yang mengirim buku itu. Selidik punya selidik, ternyata ‘dalang’-nya adalah Jeanny Lie, kontak facebook-ku yang baik hati sekali, mau repot-repot bantuin cari n pesen, dan bahkan akhirnya malah mbayarin itu buku… hiks… jadi terharu, sueeeeerrr…. makasiiiiih banget ya Jeanny… lemah teles, Gusti Allah yang akan membales….

Buku sampai di tangan sore hari, malamnya langsung kukebut baca… Bukan hanya karena isinya penting buatku, tapi cara penulisannya pun lumayan enak dibaca, gaya bahasanya mengalir dan tidak kaku dengan selipan humor disana-sini. Sekali buku dibuka, pantang berhenti baca sebelum lembar  terakhir, semangat ! Alhamdulillah sekitar tengah malam buku itu selesai kubaca. 236 halaman, tidak terlalu tebel juga sih, bukan jenis buku segendut bantal tidur, hehehe…

Dan syungguuuh… isi buku itu membuatku merasa kagum. Membesarkan anak berkebutuhan khusus bukanlah hal yang mudah. Berbeda pula dengan kondisi saat ini, penulis buku tersebut membesarkan putra abk-nya di rentang tahun awal 90-an. Tahun dimana belum banyak informasi tentang anak berkebutuhan khusus, apalagi fasilitas-fasilitas yang bisa membantu tumbuh kembang abk, bisa dibilang masih sangat minim lah. Tantangannya jelas lebih berat jika dibandingkan dengan kondisi saat ini. Belum lagi kondisi keluarga penulis buku yang bener-bener penuh badai…

Membaca buku ini serasa dapet sentilan ‘elu tuh yeee…‘ *sambil tunjuk jidat sendiri*, pun menjadi penyemangatku untuk terus mengusahakan yang terbaik untuk Fachri, aamiiiin…

oh ya, buku ini juga ada yang terbitan Malaysia, tapi aku kurang tahu info lebih lanjutnya…

6480905

sampul bukunya…

.

11891488_10207295731462190_6496714597215614656_o

my little boss, den bagus Fachri… 🙂

.

Just the way you are…

211-2

.

 

Tak hanya sekali aku menemukan tulisan ataupun postingan di dunia maya, yang menceritakan tentang kelebihan yang dimiliki oleh seorang anak berkebutuhan khusus. seperti kemampuan di bidang musik yang melebihi kemampuan anak-anak pada umumnya. Kisah-kisaah seperti itu memang inspiratif, menggugah dan bisa menambahsemangat bagi para orang-tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus.Tapi aku sendiri sebagai orang tua yang dititipi Allah seorang anak berkebutuhan khusus, dan banyak bertemu dengan anak-anak berkebutuhan khusus, melihat bahwa nyatanya tidak semua abk otomatis akan mempunyai bakat istimewa. Bakat istimewa itu memang ada pada sebagian abk, tapi tidak semua.

Beberapa waktu yang lalu, aku membaca postingan di fb tentang abk yang mempunyai bakat khusus. Postingan yang bagus dan mencerahkan, tapi bagian penutup membuatku sedikit tertegun. Disitu disebutkan bahwa bakat istimewa pada seorang abk adalah bukti keadilan Allah. Benarkah ? Lalu apa keadilan apa yang didapatkan seorang abk yang tidak punya bakat istimewa apapun ? yang bahkan menegakkan kepalanya sendiri saja tidak mampu…. Empat tahun lebih keluar masuk klinik tumbuh kembang anak, memberiku banyak pengalaman bertemu dengan abk dengan berbagai kondisi yang -jujur saja- kadang membuatku pengen nangis. Okelah mungkin akan ada bantahan dan contoh tentang seorang Stephen Hawking yang super jenius dengan keterbatasan fisik cukup parah. Tapi ada berapa orang Stepheh Hawking sih di dunia ini ? dibandingkan dengan banyaknya abk pada saat ini… Apakah si non Stephen Hawking ini tidak memperoleh keadilan Tuhan ?

Ada Olis, anak umur 7 tahun yang namanya sendiri saja dia tidak tahu, Eli gadis kecil yang perkembangan mentalnya jauh tertinggal dari fisiknya, lalu Fazan yang tubuhnya tak pernah lepas dari berbagai alat bantu… aku tidak ingin mencari-cari tahu apa kelebihan istimewa mereka, memaksakan gambaran tentang abk dan bakat istimewa mereka. Aku hanya ingin berdoa mereka bisa survive pada saat mereka dewasa nanti, dengan segala keterbatasan mereka. Lalu apakah itu berarti aku meragukan keadilan Tuhan ? Gak tahu juga… tapi yang aku tahu aku tidak ingin menggunakan hitungan manusiaku untuk memahami apa itu keadilan Tuhan. Jika Tuhan menciptakan seorang abk, maka Tuhan harus memberinya bakat istimewa untuk membuatnya adil, begitukah ?

Aku bukanlah jenis orang dengan tingkat keimanan yang pantas diacungi jempol, tapi aku tidak punya cukup keberanian untuk mendikte Tuhan tentang apa itu keadilan. Tuhan maha tahu, sedangkan aku, apa yang ada di balik tembok didepanku saja aku gak tahu. Apa yang akan terjadi pada menit berikut dalan hidupku saja aku gak ngerti…. lalu masih adakah nyaliku untuk mengukur keadilan Tuhan ? Gak berani lah yaw…. Oh oke, ada juga saat-saat dimana aku nekat ngeyel dan mecoba mendebat, “Ya Allah, panjenengan itu maunya apa siiiih ?”, tapi pada akhirnya aku harus menyerah dan menerima kenyataan bahwa rencana Tuhan selalu lebih baik daripada rencanaku sendiri, skak mat.

Balik lagi ke masalah abk dan bakat istimewa. Aku tidak ingin menyangkal bahwa bakat istimewa pada abk itu ada, pada beberapa anak bakat itu memang ada, tapi tidak semua. Dan saat ini aku hanya ingin menerima mereka apa adanya, percaya bahwa bakat istimewa bukanlah jawaban untuk memuaskan ego kita atas kehadiran mereka. Terima mereka apa adanya, sama seperti anak-anak lainnya…

oh ya, satu lagi, Allah tidak akan pernah meninggalkan hambanya yang pandai bersyukur….

 

 

.

.

.

Selasa Siang di Pelita Desa Ciseeng

Selasa tanggal 4 Maret 2014 kemarin, sekolah Fachri mengadalan outbond ke Pelita Desa, sebuah wahana wisata edukasi yang terletak di  Jl. H. Miing Rt 01/03 Rawa Bangsa Desa Putat Nutug Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Sebagai emak rempong berbakti tentu saja aku pengen ikut mendamping si bocah dalam kegiatannya kali ini, sayang karena satu dan lain hal, aku gak bisa mengikuti dari awal. Jadi pagi-pagi banget Fachri berangkat dulu dengan ditemani mbak pengasuhnyai bersama rombongan sekolah, n then siangan dikit setelah kondisi memungkinkan aku akan nyusul ke sana.

Niat sih niat, tapi hati keder juga secara aku sama sekali ‘buta’ daerah sono, gak ada bayangan sama sekali…. Pihak sekolah juga cuma melampirkan peta std alias standar saja dalam pemberitahuannya :

Image

 Peta lurus-lurus begini jelas mencurigakan buatku, mana ada jalan ke dusun di Bogor yang lurus rapih begini, qiqiqi… Jadi memang ini hanya petunjuk arah secara kasar aja. Aku coba gugling, elha kok ya pada bae sama aja yang nongol juga peta itu lagi. Nanya ke gugel map malah tambah mumet, dikasi pilihan lewat serpong, alamaaak. Mungkin karena kata kunci pencariannya yang terlalu luas, gak bisa nunjuk langsung ke Pelita Desa, tapi Ciseeng-nya yang dimasukin. Jadinya ya gitu deeeeh, ngeluuuu.

Alhamdulillah akhirnya ada orang tua temen Fachri yang bisa memberi sedikit petunjuk arah menuju Pelita Desa. Pokok’e dari tol Jagorawi keluar pintu tol Sentul lalu masuk Bogor Outer Ring Road, lalu teruuuuus aja, lanjut ngikutin jalan ke arah Parung… setelah itu mari kita cari petunjuk yang bisa mengarahkan ke Pelita Desa nun jauh di Ciseeng sono. Dan alhamdulillah lagi, aku sudah pernah 2 kali melewati Bogor Outer Ring Road, jadi ya gak blank sama sekali lah, walaupun gak sampai menyentuh jalan raya Parung-nya.

So, Selasa setengah sembilan pagi aku memulai perjalanan dag-dig-dug dalam rangka nyusul anak lanang ke Ciseeng.  Hambatan petama yang nongol adalah macet parah di JORR-nya… alhasil habis waktu satu jam sendiri untuk menempuh perjalanan dari Jatiasih sampai keluar tol Taman Mini. Jadi yang seharusnya dari JORR langsung nyambung ke tol Jagorawi, akhirnya aku putuskan untuk keluar di pintu tol Taman Mini, muter dikit masuk lagi ke tol Jagorawi di depan Tamini Square. Biarin deh, daripada sendat-sendut gak jelas di JORR-nya.

Setelah itu alhamdulillah aman sentosa melalui tol Jagorawi. Keluar pintu tol Sentul lalu masuk ke Bogor Outer Ring Road. Sedikti tersendat setelah kelua BORR karena proyek BORR sendiri belum 100% selesai. Keder dimulai saat sudah memasuki jalan raya Parung… nyetir sambil jelalatan ke arah kanan jalan, karena berdasarkan peta, petunjuk pertama yang bisa di temukan adalah perumahan Billabong. Dan memang benar, gambar jalan yang lurus lempeng di peta ternyata menyesatkan sodara-sodara… jalannya sama sekali tidak lempeng, sama sekali ora luruuuussss.

Setelah melewati Billabong, aku makin meningkatkan kewaspadaan untuk menemukan belokan ke kiri-nya. Beberapa kali ragu-ragu sampai akhirnya bablas sampai ke perumahan Telaga Kahuripan. Berpegang pada gambar di peta, aku  langsung belok kiri pada belokan pertama setelah lewat perumanah Telaga Kahuripan. Jujur, aku sendiri gak gitu yakin, karena jalannya yang tidak terlalu lebar, pas banget untuk papasan 2 mobil. Misi selanjutnya adalah mencari pom bensin Waru Jaya dan perempatan Ciseeng. Susah ? susaaaah…. secara pom bensin gak ada yang masang nama, hiks. Sempet ragu n pengen balik kanan, karena jalan yang serasa panjang beneeer dan aku gak tau ujungnya dimana.

Akhirnya aku telpon contact person yang ada diberikan pihak sekolah, gak ada yang angkat ! Tambah stress deh… Mau nanya bingung juga, bolak-balik ketemu-nya truk pengangkut pasir, karena ternyata daerah situ banyak tambang pasirnya. Untung pengasuhnya Fachri udah aku pesenin untuk bawa hp, dan alhamdulillah bisa nyambung dan dioper ke orang yang bisa memberi petunjuk arah selanjutnya. Jadi setelah belok kiri dari jalan raya Parung tadi, lanjuuuuuuuut aja terus, ketemu pasar Ciseeng. Lanjuuuuuut terus, ada pom bensin di kanan jalan, Lanjuuuuut lagi sampai ketemu perempatan Ciseeng yang ditandai adanya Alfamart di kiri jalan…  Nah dari perempatan Ciseeng ini lalu belok kiri lagi, lanjuuuuuuut terus lewat pom bensin Putat Nutug, mentok di pertigaan lalu belok kiri lagi, dan ngooook, siap-siap ketemu Pelita Desa di kiri jalan.

Sampai disana ternyata si bocah lagi makan baso setelah sesi pemanasan outbond selesai. Kata mbak-nya sih, pemanasan diisi dengan games yang lumayan seru. Selesai pemanasan, baru deh bocah-bocah diajak outbond yang bertabur lumpur, hehehe…

Image

dimulai dengan antri masuk goa bawah tanah…

.

Image

ujung terowongan berupa gua yang cukup lapang untuk kegiatan dengan tanah liat

.

Image

jalan keluar dari gua berupa mulut ikan

.

Image

cuci tangan dulu sebelum lanjut ke outbond-nya….

.

Image

meniti, simboknya udah mulai was-was secara ini bocah demen grusa-grusu…

.

Image

tadinya udah mau kabur aja pas disuruh naik bajak yang ditarik sapi… 😀

.

Image

akhirnya mau jugaaa…. 😀

.

Image

sok-sok nanem padi, yang ada maen lumpur dowaaang, qiqiqi…

.

Image

masih semangat, lanjuuuut….

.

Image

nyebrang, lha kok sambil cekikikan….

.

Image

suweeeer, ini simboknya streeesss… ni bocah nyebrangnya ngebut sambil ketawa-ketiwi….

.

Image

lanjut ngebutnya….

.

Image

akhirnya disemprit juga ama pengawasnya, slow down boy…. 😀

.

Image

naik getek ke pulau buatan di tengah danau

.

Image

dari tengah danau kembali ke darat dengan flying fox, yihaaaa…..

.

Image

aku bisaaaaa !! 😀

.

Image

katanya sih ini game tangkep ikan… gak tau ikannya dimana… 😀

.

Setelah semua kegiatan selesai dilaksanakan, anak-anak mandi dan ganti pakaian, lalu lanjut dengan makan siang bersama. Alhamdulillah puas dan hepi tu bocah, simboknya juga sih, hehehe…. Jujur aku hepi banget melihat perkembangan Fachri, dari yang dulu cuek bebek dan asik dengan dunianya sendiri, sekarang sudah mulai aktif dan tidak mau ketinggalan beraktifitas bersama teman-temannya. Pun sudah manut dan bisa diberitahu untuk antri tertib, meskipun sempet kebablasan juga, hehehe….

Kira-kira jam 2 siang aku ajak Fachri pamit ke rombongan untuk pulang duluan, takut keburu maceeet… dan Alhamdulillah perjalanan pulang lancar jaya merdeka tanpa tambahan bingung nyari jalan….

Terima kasih Pelita Desaaaa….. 😀

.

.

Alhamdulillah tahun ke 19…

Tanggal 17 Desember 2013 ini, alhamdulillah genap 19 tahun pernikahanku dengan the one n only mas Adi Rizkiarto, hehehe… Kalau menengok ke belakang, rasanya suka takjub juga. Takjub dalam rasa syukur yang dalem gitu, daleeeem banget…. Gimana enggak, kalau ditanya seberapa lama kami kenal dan pacaran sebelum menikah, jawabannya adalah gak lama, beneran gak lama. Walaupun kami kuliah di kampus yang sama, kampus kecil di sudut Jurangmangu sana, saat itu kami sama sekali tidak saling kenal. Baru ngeh dan tahu nama setelah sama-sama bekerja di kantor yang sama di daerah Rawamangung, bukan kebetulan sih, tapi karena kami memang kuliah di perguruan tinggi kedinasan yang mewajibkan ikatan dinas setelah lulus.

Berapa lama pacaran ? ewwww… setelah gak lama kenal, sempet  jalan bareng nonton pertandingan sepak bola di Stadion Utama Senayan *etdah mboook*, bulan berikutnya September 1994 ngomong ke aku, lalu Nopember lamaran, Desember alhamdulillah udah ijab qabul. Kalau dipikir2 lagi, agak nekat kali ya…. tapi waktu itu aku memang sudah berniat untuk segera menikah, umur rasanya sudah cukup, penghasilan juga sudah ada, trus mau nunggu apa lagi ? Dan mungkin juga karena aku sendiri juga tidak punya keinginan macem-macem, seperti pengen begini atau begitu dulu, atau pengen punya ini atau punya itu dulu sebelum menikah… gak tau-lah, tapi emang begitu sih… *garuk2jidat*

Well, aku kagum juga sih, kalau ada orang yang bisa membangun mimpi yang dahsyat dan sukses membuatnya jadi nyata, sueeer aku kagum. Tapi jujur saja aku bukan orang seperti itu, i’m just a katrok girl yang punya mimpi sederhana saja. Kalau ditanya apa yang kuinginkan setelah menikah nanti, jawabanku adalah aku ingin anak-anakku harus bisa sekolah minimal sampai S-1. Hal itu mungkin karena aku dibesarkan dalam keluarga menengah yang sangat mementingkan pendidikan. Kedua orang tua-ku adalah pangajar alias guru yang bekerja siang-malam agar dapat menuntaskan pendidikan anak-anaknya, dengan menekankan pada kami bahwa ilmu adalah warisan terbaik yang bisa diberikan orang tua pada anaknya.

Dan untuk mimpiku yang satu itu, Alhamdulillah  Allah selalu memberikan keluasan rejeki, sehingga kami bisa memilih sekolah untuk anak-anak sesuai dengan  kriteria yang  kami inginkan. Jalan yang harus dilalui memang masih panjang, tapi insya Allah dengan berkah dan rahmat dari Allah SWT, kami akan berhasil melaluinya dengan baik, aamiiiin….

Tak perlu diragukan lagi, di sepanjang pernikahan kami Allah telah dan selalu melimpahkan sangat banyak nikmat dan karunia… terlalu banyak untuk dihitung dengan bilangan angka…. Subhanallah, Alhamdulillah…. Matur sembah nuwun sanget ya Allah… 🙂

.

IMG_2411

.

wp4

.

wp3

.

hapus

.

wp1

.

.

.

Cara Tuhan Mengingatkan

Dari beberapa teman Fachri di klinik tumbuh kembang, ada satu anak yang tadinya kukira masih balita. Dari ciri-ciri penampilannya sih bisa terlihat bahwa si anak menderita down-syndrome, tapi aku gak menyangka bahwa umurnya ternyata sudah 7 tahun lebih. Badannya kecil tapi pembawaannya riang dan gak bisa diem. Anaknya juga cenderung gampang akrab, jadi ibu-ibu yang kebetulan lagi nunggu anaknya terapi seneng aja menyapa dan ngajak ngobrol. Dan ketika berkenalan dan ngobrol dengan ibu si anak, aku jadi makin tahu banyak… Tahu banyak yang berujung pada rasa malu pada diri sendiri yang masiiiih saja suka mengeluh, hiks….

Lha iya, aku yang sudah segini banyak menerima kemudahan kok ya masiiiih sering protes sama Gusti Allah. Iya, aku juga punya anak berkebutuhan khusus. Tapi kalau melihat kondisi penderita down-syndorme, seharusnya aku bisa bersyukur… bukan, bukan niatku untuk ‘merendahkan’, karena aku percaya tiap anak dilahirkan istimewa, apapun dan bagaimanapun kondisi-nya… Tapi yang jelas, tantangan yang harus dihadapi ibu dengan anak down syndrome jelas jauh lebih besar daripada yang kuhadapi saat ini bersama Fachri.

Masih belum cukup, mengalir cerita pula bahwa ayah si anak itu pergi begitu saja setelah tahu anaknya menderita down-syndrome. Meninggalkan istrinya sendirian mengasuh dan menghadapi semua tantangan membesarkan anak berkebutuhan khusus. Benar-benar prung lepas tangan begitu saja… padahal secara fisik sebenernya rumah mereka tidak berjauhan, karena sebelum menikah pasangan suami-istri itu merupakan tetangga sekampung. Lebih menyakitkan bukan ? mendingan sekalian gak ketemu, gak kliatan… daripada masih ketemu tapi gak dianggep, pura-pura gak lihat… therlaluuuuuuw….

Dari sisi finansial pun aku bisa melihat bahwa ibu dan anak tersebut tidak bisa dibilang berlebih. Sang ibu harus bekerja dengan sistem shift tiap harinya dan bepergian kemana-mana naik angkot. Berbeda dengan si ayah kurang ajar yang masih bisa kemana-mana nyetir mobil pribadi. Bisa dilihat kan, siapa yang  kaya hati dan siapa yang cuma kaya harta doang….  Aku masih berusaha untuk bisa memahami kegalauan, kepedihan, kudeta hati *haish ketularan vickinglish* si ayah ketika harus menghadapi kenyataan anaknya menderita DS… pasti sangat berat sekali… tapi tetap saja aku tidak bisa mengerti kenapa dia lepas tangan begitu saja…. mbuh lah wis…

Tapi yang jelas aku mendapat pelajaran yang sangat berharga. Sungguh tak pantas aku mengeluh dan sibuk mendongak-dongak melihat keatas mulu, sementara ada yang masih bisa tetap tersenyum dan terus berjalan dengan tabah meskipun menanggung beban yang jauuuh lebih berat daripada aku….

Shame on me….

.

.

.

Kembar Beda Tahun, hehehe….

Sebenernya Faiz dan Fachri lahirnya berjarak 2 tahun, cukup lama bukan ? Tapi mbuh piye kok sekarang sering dikira kembar. Nggak cuma sekali dua kali saja kejadia, tapi sering bangeeet….  emang sih, masih sepabrik, tapi kalau dimatke alias diamati ya jelas beda lah, Faiz cenderung lebih terang warna kult-nya, sementara kencono wingko-ku yang paling kecil alias Fachri lebih gelap. Dan dengan pertimbangan itu pula aku berani memilih baju warna gelap untuk Faiz, sementara untuk Fachri aku pilih warna-warna terang, biar gak berkesan gelap gulita, hahahah…. Emang sih, walaupun warnanya beda, biasanya aku beli baju yang satu tema untuk mereka berdua. Selain biar praktis pas milihnya, juga berasa lucu aja sih, kompak gitu…

Kalau dilihat dari postur tubuhnya, saat ini Faiz lebih tinggi dari Fachri, nggak tau ntar selanjutnya gimana. Lha wong si bontot Fachri sepertinya cepet bener gedenya, lama-lama bisa sama tuh ukuran baju….

Image

 

 

Image

 

 

Image

 

 

Image

 

 

Image

 

 

 

Image

mas Faiz Praditpta

 

Image

adek Fachri Aditya