Ini Waktunya 80-an !

Di sebuah harian nasional beberapa hari yang lalu dimuat artikel tentang kehebohan sebuah acara yang bertema 80-an. Isinya sih seneng-seneng aja, ndengerin beberapa band mainin lagu-lagu 80-an gitu. Nyanyi-nyanyi-nyanyi, jojing-jojing-jojing…..

Di akhir tulisan itu, diungkapkan kalau sudah ada beberapa pihak yang kepingin jadi sponsor acara-acara seperti itu, setelah melihat antusiasme dan kehebohan pengunjungnya. Disebutkan juga bahwa sekarang adalah era-nya angkatan 80-an, karena pada saat ini, orang-orang yang berasal dari era 80-an ( ngacuuung !! gw juga ! gw juga ! ) sudah menempati posisi-posisi penting dalam masyarakat ( hah ? ndak ngacung deh saya ), sudah mencapai taraf hidup mapan ( tingak-tinguk deh saya… ). Jadi ? pasar potensial dooooong… hehehe ( manggut-manggut lah saya…. ).

Ada yang mo mengambil hati ( dan isi kantong ) angkatan 80-an nih…. hehehehe… ge-er aja yuk. Tapi coba lihat di tipi deh, ada Zona 80-an, lebih spesifik to ? kalau dulu pan paling judulnya Tembang Kenangan, ato Melodi Memori… nggak ada tuh Wilayah 70-an, ato Teritori 60-an… xixixi.

Belom lagi nongolnya lagu-lagu recycle di radio ( secara tiap pagi aku nggak mau absen pasang kuping di siaran Pagi-Pagi-nya i-radio jakarta ). Ada
-Nuansa Bening-nya Keenan Nasution yang dinyanyi-in lagi sama Aldino-siapa-tuh-aku-lupa,
-Aku Cinta Dia-nya Chrisye, dinyanyi-in lagi ma Gita Gutawa
-Gelora Asmara, Derby Romero ( heheheh… si saddam udah gede ya.. )
-lagunya Irianti Erning Praja-lupa-aku-judulnya, dinyanyiin ma Dimas Beck
-Pesta-nya Elfa’s singer juga,
-tambah lagi lagu Menepis Bayang Kasih-nya Rita Effendi…..
bahkan ada juga yang nyanyiin lagi lagu Galih dan Ratna ( yak, Rano Karno sebelum berubah jadi si Doel anak sekolahan ) , ada juga lagu-lagu yang lain lagi ning aku lali, lupa… maklum otw manula. Wis pokok’e banyak deh…

Jadi inikah waktunya manusia 80-an berkiprah ?
*kiprah, kawula muda, keren, beken, memble, kece…. halah, 80-an banget*

bagi-bagi cinta ?

Dari ngrasani mbak Rieny Hassan kemarin, jeng Arum mengutip salah satu ajaran si mbak Rieny ini, yang mengajak perempuan untuk tidak tergantung pada suami dan tidak hanya mengatas namakan cinta. Pada saat yang hampir bersamaan aku baca tentang teh Ninih di majalah Noor terbaru. Sudah tau dong, kisah heboh ( tapi dah basi sih.. dah lama ) dari si teteh ini, dan baca statemen-nya di majalah Noor

Namun, kalau ditanya apakah saya sakit hati, mungkin hanya perasaan ini yang tahu, tak bisa saya ceritakan. Ibaratnya saya ini sudah dicampakkan ke dalam lautan sangat luas. Kalau cuma bisa pasrah, saya pasti akan tenggelam seperti batu. Saya tidak mau hanyut, saya segera minta tolong kepada Allah untuk menyelamatkan saya, menyelamatkan hati saya agar tidak menjadi hati yang dirusak oleh api cemburu”

Jadi, nggak harus belajar KUHP pasal pembunuhan berencana kan ? xixixixi…. Seorang temen pernah bilang, Suami, anak, harta, itu semua titipan dari Allah, jadi kalau mau diambil sebagian atau seluruhnya, dengan cara apapun… ya harus ikhlas… Wuheheh, trus aku tanya, lha kalo suami sampeyan yang ‘diambil sebagian‘ dengan cara seperti si teteh diatas gimana ? jawabanya cepet banget : MBUUUUH !! wkwkwkwk….Ya begitulah kalau ibuk-ibuk ngomongin cinta…..

oh ya, teh Ninih yang tetap setia mencintai suaminya ini juga ngasih pesen : cinta Allah akan selalu kekal…..

lagi belajar…..

Beberapa kali mbak Tanti nanya ke aku, apa yang membuatku sering membeli tabloid Nova, atau dalam bahasanya mbak Tanti “apa sih yang lo lihat ?”. Sebenernya lumayan banyak sih, secara gitu lho….diriku ini termasuk mak-mak, yang merupakan pangsa pasarnya tabloid Nova.Tapi terus terang yang paling bikin aku kecantol adalah rubriknya Rieny Hassan, alias rubrik psikologi.Wuehehehehe….naluri ngintip nih ? seneeeeeeng aja mau tau urusan orang…..

Tapi buat aku bahasannya Rieny Hassan tu oke banget lho, jelas dan tidak hanya berisi
bunga-bunga saja. Lha wong ada juga lho, rubrik konsultasi seperti itu juga di media lain (hueheheh, mangkin ketauan hobi mengintipnya ), yang isinya kok normatiiiiiiiiiiiiiiif banget.
Lah, kalo cuma begitu itu sih aku juga bisa ngasih saran…. *bwahahahahngibuldeh*

Ada satu ajaran bu Rieny ini yang aku ingat banget, menurut beliau, kita tidak bisa mengatur
reaksi orang lain terhadap kita, tapi kita bisa menata hati dan mengatur cara pandang kita dalam menghadapi suatu masalah. Misalnya kita sudah berbuat baik pada orang lain, tapi orang lain malah berbuat sebaliknya ke kita… jengkel ? jengkel dong… sebel ? sebel dong…..manusiawi-lah. Kita berbuat baik pada orang lain tentu dengan harapan orang lain akan berbuat baik ke kita. Tapi kadang dalam kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari nggak selalu meluncur seindah dan semulus itu.

Dengan latar belakang, sebab-musabab, dan berbagai macam alasan, orang lain bisa saja bereaksi tidak sama dengan yang kita harapkan. Dan biasanya hal itu akan membuat kita merasa kecewa dan bahkan bisa jadi geregatan otw marah. Piye to iki... gimana sih ini…. Dan akan semangkin tidak menyenangkan kalau hal itu membuat kita merasa nelongso, sedih tak berujung… lha kan pada akhirnya akan merugikan kita sendiri to ? jadinya malah marah-marah…. bahkan bisa jadi, yang ndak tau apa-apa, yang ndak ada sangkut pautnya, kesrempet kemarahan kita juga.

Mau maksain orang untuk baik juga ? maksa orang bereaksi seperti yang kita harapkan ? judulnya aja maksa, ya syusyaaah dan refffooot….. Jadi, mendingan atur hati sendiri aja ah… tarik napas panjang.. ikhlaaaassss….. *kayak gw udah bisa aja*

Tapi, kayaknya boleh juga nih, kalau sudah dibaik-baikin tapi masih nyebelin juga, buang aja ke laut tu orang….. *halaaaaah ajaran sesat*

Bakso Solo, and the legend continues…..

Lahir dan besar di Solo, dari umur sehari sampai lulus SMA, jelas bukanlah waktu yang pendek. Tapi dalam kurun waktu belasan tahun itu, aku belom atau kurang menyadari ke-Solo-anku. Maksudnya, seperti juga nggak ada restoran padang di padang, atau warung tegal di tegal. Me as a Soloner ( byuh…. ) nggak terlalu dirasalah… wong di kanan orang Solo, di kiri orang Solo, depan belakang juga orang Solo je…..

Tapi begitu memasuki belantara jakarta, lebih spesifik kampus jurangmangu tangerang, dimana berkumpul utusan berbagai daerah di Nusantara, dengan berbagai latar belakang budaya. Baru deh berasa… eh lha, guwe kan orang Solo ( medok mantep-tep ). Dan efek samping pertemuan dan pergaulan utusan berbagai daerah itu adalah urusan stereotip…. yak betul, sterotip yang menurut orang pinter adalah suatu keyakinan yang berlebihan yang tidak terkait dengan kenyataan, terhadap kategori kelompok orang tertentu.

Namanya juga keyakinan-berlebihan-tidak nyata… ya kadang-kadang nganyelke juga. Putri Solo yang katanya gandes-luwes-yen mlaku koyok macan luwe ( jalannya kayak macan kelaparan, lemes luwe getoooo ), jelas memberatkan eksistensiku sebagai utusan daerah van Solo. Lha piye, bodi segambreng begini, jauh banget dari luwes. Jalannya juga lebih mirip gajah kewaregen ( gajah kekenyangan ) daripada macan luwe…. apalagi kalau ditanya nama, Pingkan ? mana ada orang Solo namanya Pingkan…. ADDDDDDDAAAAAAAAA !!!!!

Dan seperti juga daerah-daerah lain, Solo ditandai juga dengan makanan khasnya. Tengkleng yang mashyur, serabi, kupat tahu, soto…. Tapi itu biasaaaaa…. orang kalau berkunjung ke Solo, itu lah wisata kuliner yang wajib dan kudu dijalani. Tapi bakso ? di solo memang ada bakso legendaris seperti bakso kalilarangan, bakso mas Tris ( jaman aku sma tuuh ), sampai jamannya bakso alex.

Tapi yang kutemui di Jakarta ini, tukang bakso nyaris identik dengan Solo, sama seperti kenek metromini itu batak, tukang kredit itu tasik, tukang sate itu madura… ( ini bukan Sara lho, tapi sekedar untuk mensyukuri dan menikmati wajah indonesia kita yang penuh warna ). Nggak afdol kalau warung bakso tidak menuliskan dengan huruf gede-gede yang di bold ASLI SOLO. Weleh-weleh-weleh….

Tapi apakah bakso termasuk makanan khas Solo ? wong konon katanya makanan itu nenek moyangnya berasal dari tiongkok sana, sama seperti bakpao, bakwan, bakpia… ( asal bukan makan bak kiak aja…. ). Dan saat ini, bisa dibilang bakso adalah makanan yang sudah merakyat, menyebar dan diakui di seluruh Indonesia Raya ini.

Jadi, kenapa ada bakso Solo ? ( Wong sampai di Padang sono aku nemuin tenda bertuliskan warung bakso Solo ) Kalau dirunut, mungkin kisah ini berasal dari sodara-sodara kita yang berasal dari pegunungan kapur selatan Solo sana, alias dari Wonogiri ( eh, bener selatan gak ? built in GPS-ku sebagai orang jowo sudah gak akurat ). Orang-orang ulet yang mengadu nasib ke Jakarta, dengan bekal niat dan tekad tahan banting.

Entah siapa yang menyarankan dan siapa yang memulai, dagang bakso yang dipilih. Pilihan yang tepat bukan ? Di seluruh dunia ini, manusia manakah yang tidak butuh makanan ? Dan selanjutnya dipilihlah bakso sebagai makanan yang murah meriah nendang dan gampang diterima semua kalangan. Dan ketika jalan ini berhasil, ditariklah sanak saudara handai tolan dari kampung halaman, untuk ikut terjun ke bisnis perbaksoan. Maka wajar pula kalau pada akhirnya ada kampung di Wonogiri sono yang makmur berkat bakso…..

Sukses wonogiriers berdagang bakso, bisa jadi membuat jajanan bakso lekat dengan daerah Wonogiri, dan karena Wonogiri adalah bagian dari Solo ( kemringet ), maka jadilah Solo sebagai jaminan bakso yang enyak, gurih dan lezat…

hhhmmmm entah tiori ini bener entah mengarang bebas… tapi tulisan Bakso Solo masih terus terpampang di tenda-tenda dan gerobak bakso di mBetawi ini, kisah sukses manusia gunung kapur yang sukses menaklukkan Jakarta dengan bakso terus berlanjut, n the legend continues….. dan aku jadi eling bakso alex yang mak-nyus yang kepul-kepul…