limabelas tahun

Setahun lalu :

Alhamdulilah hari ini genap 14 tahun pernikahan kami. Ho-oh, kami, Pingkan dan Adi Rizkiarto. Akad nikah 17 Desember 1994 di Solo. Trus besoknya mengadakan sedikit ke-ria-an mengundang makan-makan kerabat, sahabat dan handai taulan. Nggak da syuting video, nggak da organ tunggal apalagi nanggap wayang… tapi Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar tanpa halangan suatu apapun…

Yah, namanya juga nodong nikah, gak da rame-rame gak pa pa, yang penting dapet ijin nikah, sah menurut agama dan negara, sip… hehehe… Berapa lama pacaran ? berapa lama ya ?
– pertengahan September penjajagan ( pedekate kali ye kalo anak sekarang bilang ),
– akhir Oktober si-Mas ngomong ke aku,
– 12 November lamaran,
– 17 Desember nikah,
semua sederet dalam tahun yang sama, 1994.
Cepet ? relatif kali yeee…. kalau menurut mentor-ku dulu mungkin kurang cepet, tapi kalau menurut temen-temen mainku ? holaaa…. “kapan pacarannya ?” ato bahkan “serius ? ada yang berani kawin ama elo ?” arrgghh…. ddzzzzzigh !!

Sebenernya sih, kalau dibilang nggak pacaran ya enggak juga, wong sebelum nikah pernah janjian jalan bareng juga
Kemana ?
Stadion Utama Gelora Senayan.
Ngapain ?
Nonton bola dong, masak nonton layar tancep.
Kok nonton bola ?
Aman kan ? banyak temennya, sak stadion je !
Any hidden agenda ?
lha ya biar kliatan aslinya diriku ini lah… babak pertama masih duduk manis tepuk tangan, babak selanjutnya berdiri dibangku stadion dan bengak-bengok alias teriak “hajar bleh !” ( tapi kok ya PSSI primavera tetep kalah tooooo…) xexexex…. wis pokok’e jangan sampai shock di belakang hari si kangmas ini ( waktu itu sih masih ber-elo-gue deeeeh )

Ya begitulah adanya sodara-sodara, dengan bekal ta’aruf at Gelora Senayan, doa dan niat baik, kami mengawali pernikahan kami. Tahun-tahun awal adalah tahun-tahun untuk saling tahu siapa elu siapa gue…. dan sampai sekarang pun kami masih terus belajar, mengolah aku dan kamu, menjadi kita. Dan Alhamdulillah, sampai saat ini, kami masih bersama dalam berkah dan lindungan Allah, lengkap dengan 4 anak yang menjadi cahaya mata dan hati kami sebagai orang tua…. Subhanallah….

————-

dan hari ini, saatnya untuk menulis :

Limabelas tahuuuuun…. subhanallah……

Bener nih aku sudah lima belas tahun menikah ? Lima belas tahun menyandang status istri, alias bu Adi Rizkiarto. Bagaimana rasanya ? bagaimana yaaaaa ? hahahaha…. Sedikit takjub sih, elhaaaa…. sudah lima belas tahun yak ? Kok nggak berasa sih *digeplak aja deh*…. dan lebih dari setengah dari waktu lima belas tahu itu kami lewati dalam kondisi, long distance love. Beberapa tahun penempatan bareng di Jakarta, sisa sebagian besarnya Mas Adi kerja di Bandung, lalu Jambi, lalu Tarakan di Kalimantan sono…

Kok betah sih ? pertanyaan yang pada awal-awalnya sempat terasa ‘mengganggu’ di kuping. Tapi yo wis beeeen…. kalau cuma pertanyaan itu sih paling hanya dijawab dengan “Alhamdulillah” ( kalau lagi waras ), “Ya dijalani aja, gitu aja kok repot” ( lagi rada singit ), “Lha emang napa ? apa urusan lo ?” ( completely singit ). Sudah kenyang deh dengan berbagai macam komentar, analisa, tinjauan ( halaaaaaaah ), tentang kondisi kami. Dari yang sopan tanpa ada maksud jelek sama sekali, trus yang ngeledek, sampai yang malah terasa menjurus sebagai tuduhan.

Tuduhan ? lha iya, mas Adi pernah diceramahi oleh salah seorang rekan kerjanya ( yg kebetulan lebih tua dan pegawai pengankatan lokal di daerah itu, jadi gak pernah ngerasain dipindah-pindah ), konten ceramah fuuuuuuuullllll cerita buruk bin mengerikan tentang keluarga2 yang ditinggal bapaknya pindah-pindah penempatan kerja. Anak-anak yang bandel-lah, sekolah nggak selesai-lah…. sampai ke istri yang jadi hobi potong bebek angsa serong kiri-serong kanan…. Sedemikian bersemangat dan intensnya bapak itu bercerita, sehingga seolah-olah itulah yang pasti akan terjadi pada pada keluarga kami….. Hualaaaaaaah…… Naudzubillahimindzalik deeeeeh…

Untuuuuuuuuuung, bukan aku yang diceramahi, kalau iya…. wedew… bisa-bisa keluar tanduk gajah deh ( sejak kapan gajah punya tanduk ya ? ). Kalau bapak Adi sih, coooooool aja. Ya didengerin aja, kasiyan sudah berbusa-busa begitu, itu kata mas Adi. Tapi mas Adi sendiri bilang kalau dia lebih suka ngobrol dan ngumpul dengan sesama bulok alias bujang lokal, yang senasib sependeritaan, untuk menghindari panas kuping yang menjurus ke panas hati. Hal yang gak terlalu sulit, secara di instansi kami yang namanya mutasi, bujang lokal, pulang sabtu-minggu, adalah hal yang bisa dibilang biasa.

Ada juga komentar “kalo gue sih mending cari kerja lain yang penting deket keluarga, rejeki kan nggak kemana”. Kalimat yang kedengarannya sungguh sangat heroik bukan ? But hei ! kami sudah membuat pilihan kami, susah sedih duka derita sudah kami jalani demi kelangsungan keluarga kami…. kalau anda bisa dengan mudah menemukan pekerjaan semudah membalik telapak tangan, rejeki dan anda seperti magnet dan besi ya fine with u……tapi kami pun boleh berkeyakinan bahwa jalan inilah yang harus kami tempuh untuk menjemput rejeki kami.

Wedew…. kok jadi menjurus nesu nih…. back to topic aaaaaaaaaah… apa tadi yaaaaaaaaa *ngumpulin memori yang tercecer*

Lima belas tahuuuuuuuuun !!

Subahanallah…..