Waktu Untuk Anak-Anak

Beberapa waktu yang lalu ada obrolan parenting kecil-kecilan di sekolah Faiz, sebenernya sih bahasan utamanya adalah masalah kecerdasan emosional anak. Tapi ada satu ulasan kecil yang menarik tentang waktu untuk anak-anak. Kapan waktu khusus kita untuk anak-anak ? Orang tua yang bekerja mungin akan menjawab bahwa hari Sabtu dan Minggu adalah waktu untuk keluarga, untuk anak-anak.

Pertanyaan selanjutnya, sepanjang Sabtu dan Minggu alias 2 x 24 jam ? huehehehe… mulai ada yang senyam-senyum *ane nyengir paling lebar*. Lha wong pada kenyataannya Sabtu dan Minggu juga jadi ajang pambalasan untuk me time siiiih, puas-puasin ngerjain hobi. Liat aja, sabtu pagi-pagi aku sudah pegang kristik ato smocking ato patchwork ato amigurumi ato kusudama ato sulam pita ato ngubek di kebon ato bahkan sibuk nyanyi n main keyboard macam artis organ tunggal mau manggung tujuhbelasan….

Well, secara umum sih hari sabtu dan minggu orang tua hadir dan ada di rumah bersama anak-anak. Tapi yang dimaksudkan oleh pembicara parenting diatas bukan hanya kehadiran secara fisik. Atau sekedar kebersamaan menghabiskan sabtu-minggu bareng-bareng, tapi dengan kegiatan dan kesibukan masing-masing. Tapi yang dimaksudkan adalah benar-benar waktu khusus dimana orang tua mendengarkan dan ngobrol dengan si anak. Mojok kali ye istilahnyeee…..

Ndak usah lama-lama deh, katakanlah alokasikan waktu setengah jam saja, khusus untuk ngobrol dengan kakak, lalu setengah jam lagi dengan adek. Dan selama setengah jam itu benar-benar siapkan telinga dan hati kita untuk mendengarkan. Serius banget kesannya ya ? enggak jugalah, dengan gaya santai atau becanda2 juga boleh kok…. Tapi yang jelas, dalam waktu setengah jam itu kita intens hadir untuk si anak, hanya untuk dia seorang.

Penting gak sih ? menurutku sih penting. Tapi bukankah dalam keseharian kita sudah ngobrol dan berinteraksi dengan anak ? Iya sih, tapi sambil ngerjain ini sambil ngerjain itu kan ? Nggak salah sih, toh itu juga akan makin mendekatkan orang tua dengan anak. Tapi ndak ada salahnya juga kan, untuk menciptakan waktu ngobrol dari hati kehati tanpa disambi ini-itu. Just you and me gitu lho….

Mungkin isi obrolannya cuma masalah ini-itu sehari-hari. Tentang teman-temannya, makanan enak, film bagus, buku baru atau band paling keren saat ini. Tapi dengan terbiasanya anak-anak ngobrol dari hati ke hati dengan kita, insya Allah akan memudahkan komunikasi jika nanti ada hal-hal lebih serius yang ingin disampaikan anak-anak ke orang tua, atau sebaliknya dari orang tua ke anak-anak.

Masalah lancar jaya komunikata ini *ngarang istilah lagi deh* jadi berasa penting banget saat anak-anak mulai beranjak abg. Karena aku merasa perlu untuk tahu apa yang diinginkan anak-anak untuk masa depan mereka sendiri. Topik yang lumayan seriyus kan ? Tapi alhamdulillah dengan modal kebiasaan ngobrol serius tapi santai, yang berat jadi berasa lumayan enteng. Tahu sendirilah, ngobrol dengan abg rasanya seperti jalan-jalan di ladang ranjau, salah taruh kaki bisa meledak, salah omong dikit bisa runyam urusan.

Btw, dari hasil ngobrol ngalor-ngidul selama di mobil menuju sekolah, aku harus menerima kenyataan bahwa setelah lulus smu nanti Farhan ogah masuk jurusan teknik, dan tetep keukeh mau ambil jurusan jurnalistik. Yaaaah…. tertunda dulu deh cita-cita punya anak tukang insinyur….. tapi tenaaaang, masih ada Rahma, Faiz dan Fachri, huehehehehe…. *simbok norak pantang menyerah*.