Bakso Solo, and the legend continues…..

Lahir dan besar di Solo, dari umur sehari sampai lulus SMA, jelas bukanlah waktu yang pendek. Tapi dalam kurun waktu belasan tahun itu, aku belom atau kurang menyadari ke-Solo-anku. Maksudnya, seperti juga nggak ada restoran padang di padang, atau warung tegal di tegal. Me as a Soloner ( byuh…. ) nggak terlalu dirasalah… wong di kanan orang Solo, di kiri orang Solo, depan belakang juga orang Solo je…..

Tapi begitu memasuki belantara jakarta, lebih spesifik kampus jurangmangu tangerang, dimana berkumpul utusan berbagai daerah di Nusantara, dengan berbagai latar belakang budaya. Baru deh berasa… eh lha, guwe kan orang Solo ( medok mantep-tep ). Dan efek samping pertemuan dan pergaulan utusan berbagai daerah itu adalah urusan stereotip…. yak betul, sterotip yang menurut orang pinter adalah suatu keyakinan yang berlebihan yang tidak terkait dengan kenyataan, terhadap kategori kelompok orang tertentu.

Namanya juga keyakinan-berlebihan-tidak nyata… ya kadang-kadang nganyelke juga. Putri Solo yang katanya gandes-luwes-yen mlaku koyok macan luwe ( jalannya kayak macan kelaparan, lemes luwe getoooo ), jelas memberatkan eksistensiku sebagai utusan daerah van Solo. Lha piye, bodi segambreng begini, jauh banget dari luwes. Jalannya juga lebih mirip gajah kewaregen ( gajah kekenyangan ) daripada macan luwe…. apalagi kalau ditanya nama, Pingkan ? mana ada orang Solo namanya Pingkan…. ADDDDDDDAAAAAAAAA !!!!!

Dan seperti juga daerah-daerah lain, Solo ditandai juga dengan makanan khasnya. Tengkleng yang mashyur, serabi, kupat tahu, soto…. Tapi itu biasaaaaa…. orang kalau berkunjung ke Solo, itu lah wisata kuliner yang wajib dan kudu dijalani. Tapi bakso ? di solo memang ada bakso legendaris seperti bakso kalilarangan, bakso mas Tris ( jaman aku sma tuuh ), sampai jamannya bakso alex.

Tapi yang kutemui di Jakarta ini, tukang bakso nyaris identik dengan Solo, sama seperti kenek metromini itu batak, tukang kredit itu tasik, tukang sate itu madura… ( ini bukan Sara lho, tapi sekedar untuk mensyukuri dan menikmati wajah indonesia kita yang penuh warna ). Nggak afdol kalau warung bakso tidak menuliskan dengan huruf gede-gede yang di bold ASLI SOLO. Weleh-weleh-weleh….

Tapi apakah bakso termasuk makanan khas Solo ? wong konon katanya makanan itu nenek moyangnya berasal dari tiongkok sana, sama seperti bakpao, bakwan, bakpia… ( asal bukan makan bak kiak aja…. ). Dan saat ini, bisa dibilang bakso adalah makanan yang sudah merakyat, menyebar dan diakui di seluruh Indonesia Raya ini.

Jadi, kenapa ada bakso Solo ? ( Wong sampai di Padang sono aku nemuin tenda bertuliskan warung bakso Solo ) Kalau dirunut, mungkin kisah ini berasal dari sodara-sodara kita yang berasal dari pegunungan kapur selatan Solo sana, alias dari Wonogiri ( eh, bener selatan gak ? built in GPS-ku sebagai orang jowo sudah gak akurat ). Orang-orang ulet yang mengadu nasib ke Jakarta, dengan bekal niat dan tekad tahan banting.

Entah siapa yang menyarankan dan siapa yang memulai, dagang bakso yang dipilih. Pilihan yang tepat bukan ? Di seluruh dunia ini, manusia manakah yang tidak butuh makanan ? Dan selanjutnya dipilihlah bakso sebagai makanan yang murah meriah nendang dan gampang diterima semua kalangan. Dan ketika jalan ini berhasil, ditariklah sanak saudara handai tolan dari kampung halaman, untuk ikut terjun ke bisnis perbaksoan. Maka wajar pula kalau pada akhirnya ada kampung di Wonogiri sono yang makmur berkat bakso…..

Sukses wonogiriers berdagang bakso, bisa jadi membuat jajanan bakso lekat dengan daerah Wonogiri, dan karena Wonogiri adalah bagian dari Solo ( kemringet ), maka jadilah Solo sebagai jaminan bakso yang enyak, gurih dan lezat…

hhhmmmm entah tiori ini bener entah mengarang bebas… tapi tulisan Bakso Solo masih terus terpampang di tenda-tenda dan gerobak bakso di mBetawi ini, kisah sukses manusia gunung kapur yang sukses menaklukkan Jakarta dengan bakso terus berlanjut, n the legend continues….. dan aku jadi eling bakso alex yang mak-nyus yang kepul-kepul…

44 komentar di “Bakso Solo, and the legend continues…..

  1. jangankan padang yang notabene kota mbak, wong aku ke Kersik Tuo, persis di kaki Gunung Kerinci aja ada pedagang bakso solo kok… Alhamdullilah baksone memang enak, dadi aku sebagai wong solo ora isin… :p

  2. jawarie said: Bakso Alex menurut saya koq biasa aja ya?

    hehehe… untuk yang ahlinya bakso ya mungkin, tapi buat aku sak brayat, bakso alex itu enaaaak…. dibandingkan bakso yang biasa ditemui di mBekasi, getooo lhoooo…

  3. pingkanrizkiarto said: solo memang tooooop !!! *narsisabissss*ning sing dodol iso ngomong jowo ra ? opo mung numpang tenar ( ehmmmm ) bakso solo aja…. 🙂

    Sing dodol isoh ngomong jowo, soale disana banyak perantau dan transmigran dari jowo. Aku malah ketemu simbah2 yang menangis terharu saat ngobrol denganku, gara2 aku bicara dg bahasa Jawa halus 😀

  4. pingkanrizkiarto said: ( ini bukan Sara lho, tapi sekedar untuk mensyukuri dan menikmati wajah indonesia kita yang penuh warna ).

    kalau melihat dengan kacamata seperti ini kan lebih enak

  5. haleygiri said: Aku malah ketemu simbah2 yang menangis terharu saat ngobrol denganku, gara2 aku bicara dg bahasa Jawa halus 😀

    duuuh… yang ini bikin rada mrinding juga. Secara aku ndak iso boso alus, tapi kepingiiiiiin banget anak-anakku bisa boso jowo alus….

  6. niwanda said: Aku ikut heran sama ‘khas solo’ itu… Kalau di Pangkalpinang yang jualan kebanyakan orang Sukoharjo :D.

    Sukoharjo, Wonogiri, Klaten, Kartosuro, Karanganyar…. semua lebih gampang menyebut sebagai Solo….. yaaa, masih ada benang merahnya lah, sebagai eks-karesidenan Solo 🙂

  7. ngomong2 ttg Bakso, mbak pingkan cobain deh ntar kalo modik ke solo, di salatiga ada bakso yg jos&top abis, namanya bakso sariroso ABC, di depan lampu merah ABC, tapi jangan ksorean ki sono nya, coz biasanya jam 4 sore tu dah tinggal koretan sledrinya aja.

Tinggalkan Balasan ke pingkanrizkiarto Batalkan balasan