Mumpung mo Agustusan

Ada satu kejadian yang nggak akan aku lupain sewaktu aku melahirkan anakku di Solo ( biasa, ngungsi… ). Waktu itu ada dua tetangga ibuku -yang juga ibu-ibu- datang menengok, biasalah jagong bayi istilah jowo-nya…. Ngobrol-ngobrol standar orang njagong bayi-lah kita, berapa lama proses lahirannya, berat n panjang bayinya berapa, diberi nama siapa, nanti kuliahnya dimana… eit, ngaco , maap, yang terakhir itu baru angan-angan di kepala ibu si bayi saja. Sampai saat ketika salah satu dari ibu2 itu menanyakan panggilan apa yang akan digunakan untuk aku dan mas Adi, dalam rangka status kami sebagai orang tua.

Pertanyaan yang agak aneh menurutku. Bapak dan Ibu jawabku. “Oh betul itu” jawab si ibu penanya. Eh trus si ibu dan temennya itu sibuk ngrasani alias bergosip tentang si anu ( nama disamarkan, tak baik ikut bergosip ), yang menurut mereka sudah berlaku sok, karena menyuruh anak-anaknya memakai panggilan Papa-Mama, padahal dimata mereka -maaf- si tergosip itu bukan orang berada, orang gak punya, ato kere bahasa kasarnya……

Weladalah….. saya mo protes, wong itu tetangga-tetangga ibu saya. Tapi walaupun tidak terucapkan saya mo terima kasih dulu deh, karena saya dianggap benar memilih panggilan Bapak Ibu dan bukannya Papa Mama, berarti saya kere juga dong…. Hehehe, saya sempet membahas masalah ini sama Papa-nya, eh Bapak-nya anak2, jadilah kita ketawa ketiwi bersama…..

Kami memilih panggilan Bapak-Ibu karena kami merasa paling nyaman dengan panggilan itu. Jadi ( terima kasih ) bukan karena ke-kere-an kami, kami memilih panggilan itu. Dan juga terserah orang-lah, mo milih Bapak-Ibu, Papa Mama, Mommy Daddy, Abi Ummi….. jelas nggak ada urusannya ama strata sosial. Orang yang tinggal dibawah jembatan boleh kok ber Mama-Papa ria, sama juga nggak ada masalah orang yang tinggal di kawasan elit ber Mbok’e dan Pak’e, ya to ?

Pikir-pikir lagi, kenapa hal seperti itu bisa terjadi ? Apakah gara-gara rasa inferioritas kita terhadap semua yang berasal dari luar negeri, Barat khususnya. Jadi hanya orang-orang yang sugih alias kaya, yang biasanya ditempatkan di strata atas dalam masyarakat, yang boleh dan pantes menyandang hal-hal yang berbau Barat ? Weh, nggak sia-sia dong Belanda menjajah kita tiga setengah abad lamanya….

Jadi, ehm..ehm… perkenankanlah saya berlagak sok pinter dan berpidato ala Agustusan : Kita memang pantas mengagumi dan belajar banyak hal dari Barat, cara berpikir mereka, etos kerja mereka dan banyak hal positif lain yang bisa kita ambil dari mereka. Tapi jadi tidak lucu kalau sampai salah kedaden alias salah kaprah seperti ibu-ibu pe-njagong bayi saya itu ( eh, tapi punten ndalem sewu, mohon maaf ya ibu-ibu…. ). Founding father negara kita sudah berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini, termasuk kemerdekaan dari rasa inferior terhadap bangsa lain, Merdeka !! ( Huhuy….boleh juga niy, ntar ikut lomba pidato Agustusan se-RW )
Ngomong-ngomong, apa kabar Proyek Namru 2-nya bu Menteri…. ? Ayak, kayak kenal aja sama Bu Menteri….

15 komentar di “Mumpung mo Agustusan

  1. ……. nice postkalo sekarang, anaknya bapak saya udah pada besar, saya suka manggil bapak saya pake sebutan ‘Babeh’, keknya asik aja kaya orang betawi sono, berasa lebih deket…he….he..he..

  2. pingkanrizkiarto said: apa kabar Proyek Namru 2-nya bu Menteri…. ?

    kirain cuman saya yang risih ma NAMRU 2 ……ke..kekk…kekkkk..kkkiyya tuhh, bikin sepet. malah sekarang media dah nggak ngeliput, udah jadi barang basi kali, dasar media pada cari duit mulu…… cuman ngliput si Ryan…… ahhh gembel dahh

Tinggalkan Balasan ke paloepiningrum Batalkan balasan